SELAPANAN

Dalam tradisi Jawa, hari pasaran ada lima yakni pahing, pon, wage, kliwon dan legi/manis. Kita juga mengenal nama-nama pasar tradisional di daerah Jawa dengan nama pasar kliwon, pasar legi dan seterusnya. Ada juga yang menamakan pasar tradisional berdasarkan nama hari sebagaimana di DKI: pasar senin, pasar minggu, pasar rabu dan seterusnya. Bahkan di kalangan masyarakat Jawa-muslim ada kebiasaan _puasa weton_, setiap selapan sekali, untuk memperingati hari pasaran lahir seseorang. Sebuah amalan ibadah _ghairu mahdhah_ yang kami pandang sebagai amal shalih.

Peradaban Jawa dengan kearifan lokalnya secara tutun temurun telah menggabungkan hari dan pasaran dalam sepekan menjadi momen yang istimewa. Apa yang telah dirintis oleh  Walisongo ini, tidak saja memudahkan menjadi pengingat masyarakat tetapi juga ada nilai (value) dan pesan moral keagamaan dibalik sinkretisme budaya Jawa dengan ajaran agama. Selapanan adalah kearifan budaya Jawa-Islam yang juga dipraktekkan dalam kehidupan keseharian sampai sekarang. _Selapan_ maknanya penggabungan hari dan pasaran yang berulang setiap 35 hari sekali. Sebab nama hari ada 7 (Ahad-Sabtu) dan hari pasaran ada 5 (Pahing-Manis/Legi).

Kami masih ingat ketika kelas 3-5 Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Muhammadiyah Weleri (1977-1979) sering diajak Ibu kami naik becak berangkat pengajian ‘Aisyiyah setiap Jumat Manis di PGA (Pendidikan Guru Agama) Muhammadiyah Weleri. Pengajian bakda Jumatan sampai Ashar yang diselenggarakan oleh ibu-ibu ‘Aisyiyah Weleri. Sekarang PGA sudah tiada dan pengajian selapanan Aisyiyah pun sirna. Kami menduga karena saat ini Aisyiyah Weleri sudah berkembang hingga di 16 desa, bahkan sudah memiliki banyak amal usaha berupa TK ABA dan Panti Asuhan Yatim Putri. Maka pengajianpun bergeser waktu setiap pekan, setengah bulan dan bulanan di setiap ranting Aisyiyah dan amal usaha. Ada juga yang dibarengkan dengan kegiatan arisan ibu-ibu jamaah mushola putri Aisyiyah.

Menarik kalau kita bicara soal Panti Asuhan, baik yang menampung anak-anak yatim piatu, anak-anak terlantar, lansia (lanjut usia)  maupun anak-anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas. Alhamdulillah Aisyiyah kabupaten Kendal saat ini memiliki hampir 100 TK ABA dan PAUD menyebar di 20 kecamatan. Bahkan Muhammadiyah Kendal memiliki dan mengelola tidak kurang 25-an PAYM (Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah) dan Panti Asuhan Lansia, serta 3 SLB (Sekolah Luar Biasa) bagi penyandang disabilitas. Suatu amal usaha yang sangat luar biasa, karena hingga kini di Jawa Tengah, sebatas pengetahuan kami, _belum ada satupun pemerintah kabupaten dan kota yang memiliki dan mengelola panti asuhan khusus anak-anak yatim dan anak-anak terlantar._ Meski dalam SOTK di tiap pemerintah kabupaten/kota ada dinas sosial. Kalau toh ada Panti Sosial, Panti Rehabilitasi, Panti Resos di suatu kabupaten/kota, semua itu milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Entah di kabupaten dan kota lain di Indonesia.

Mbancaki Cucu

Salah satu tradisi yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama yang sering dilakukan masyarakat Jawa-muslim yaitu tradisi sedekah makanan, yang lazim disebut dengan _sego berkat_ atau _sego besek_ (nasi berkah). Dahulu nasi berkat biasa dipacking ke dalam ‘besek’, kotak tempat makanan yang terbuat dari bilah bambu. Namun sekarang dengan alasan kepraktisan dalam membuat dan mendistribusikan beralih menjadi kotak makanan dari kertas/kardus. Isi nasi berkat juga beragam sesuai budaya _pangan lokal_ masyarakat setempat, dengan tetap menempatkan nasi sebagai makanan pokok.

 

Hari ini, pas selapan (35 hari) cucu pertama kami lahir. Bapak ibunya biasa memanggil dengan nama pendek, Caca. Cucu kami lahir di RSWN Semarang pada Ahad Wage, 10 Oktober 2021 lalu. Aqiqah dan syukuran pemberian nama sudah dilaksanakan sepekan setelah kelahiran di Semarang. Dan hari ini, kami dan keluarga di Weleri mengadakan acara selapanan, sebagai wujud syukur atas kehadiran cucu pertama. Apalagi kami masih ingat ketika ibundanya hamil 7 bulan terpapar Covid-19 dan harus menjalani isolasi mandiri selama setengah bulan. Salah satu resiko yang harus dihadapi sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bekerja di RSUD. Ayahnya Caca, sempat kena corona lebih dahulu. Namun alhamdulillah semuanya sembuh dan sehat kembali.

 

Kebetulan istri di rumah memiliki usaha sampingan kuliner yang diberi label Nasi Kuning Mringin, dengan tagline Bukan Nasi Kuning Biasa. Sebuah usaha kecil rumahan yang sudah berjalan 5 tahun lebih dan memiliki 2 outlet di Weleri. Buka setiap hari Senin-Sabtu, jam 05.30-08.30 WIB, dan setidaknya bisa _nguripi_ (menghidupi) 3-4 orang yang bekerja di produksi dan penjualan. Meski hari Ahad libur, namun khusus hari ini semua pekerja masuk untuk membantu membuat nasi berkat ‘bancakan’ cucu kami, yang akan kami bagikan ke tetangga, saudara, teman dan handai tolan.

 

Besan kami, pak Sarmani dan bu Endangpun turut hadir ke rumah Weleri ditemani putra bungsunya Sidik. Menjelang dhuhur, nasi berkat selapanan yang berisi nasi gurih dengan lauk-pauk dan snack sudah selesai dipacking. Sebelum dibagikan, kami sekeluarga, keluarga besan, anak kami mas Ossa dan anak mantu mbak Widya serta Caca, duduk bersila mengelilingi nasi berkat di ruang keluarga. Kemudian pak Sarmani kami persilahkan untuk memimpin doa dan kami semuanya mengaminkan doa yang dilafadzkan. Semoga menjadi anak yang shalihah, berguna bagi agama, umat, bangsa dan negara. Amin

 

_Weleri, Ahad Wage 14 Nopember 2021._

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *