RAFTING DAN RECOVERY EKONOMI

Selama 2 hari, LHKP-PWM Jateng mengadakan serangkaian kegiatan Rakorwil LHKP dan Silaturahmi Fordem Berkemajuan Jawa Tengah di Magelang, Sabtu-Ahad 4-5 Desember 2021. Diawali acara Dialog Kebangsaan dan Penandatanganan MoU antara Unimma dengan KPU Kabupaten dan Kota Magelang di Auditorium Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma), Sabtu pagi jam 08.30 hingga jam 12.00 siang.

Kegiatan Rakorwil dilanjutkan di hotel Oxalis, siang hingga malam (13.15-22.30 WIB) yang terbagi menjadi 4 sessi dengan durasi waktu yang ketat. Kegiatan dibuka secara resmi oleh Ketua PWM Jateng, H. Tafsir, M.Ag yang hadir secara pribadi pada pembukaan kegiatan di hotel Oxalis. Sessi terakhir di dalam ruangan yaitu Jihad Pagi (Pengajian Ahad Pagi), Ahad 5 Desember 2021, jam 05.00-06.00 WIB diisi oleh UJANG (Ustadz Jumari Al-Ngluwari), Ketua PDM Kabupaten Magelang.

Persiapan Rafting

Panitia pelaksana sengaja menyiapkan kegiatan rafting (arung jeram) sebagai penutup serangkaian kegiatan Rakorwil. Pukul 07.30 WIB, semua peserta rafting sudah dijemput di hotel Oxalis dan Shafira, dua hotel tempat menginap 110 orang peserta dari  berbagai daerah. Meski panitia pelaksana menyiapkan sarana rafting untuk semua peserta, namun hanya 60-an orang yang mengikuti kegiatan ini. Memang kami tidak mewajibkan semua peserta untuk mengikuti rafting. Terutama bagi peserta yang belum memiliki keberanian untuk melakoni olah raga arum jeram maupun alasan kesehatan lain yang bersifat personal. Semua peserta Rakorwil sudah menjalani vaksin lengkap dan minimal sudah menerima vaksin pertama seperti kami.

Panpel bekerjasama dengan MDMC dan MPI Kabupaten Magelang, yang dikoordinir Sapari, suami Nurhayati anggota KPU Kabupaten Magelang. Sebelas orang relawan MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) terdiri dari tenaga medis dan tenaga teknis survival bencana ikut mendampingi kegiatan ini beserta 2 unit Ambulance dan 1 mobil double cabin. Empat orang dari MPI (Majlis Pustaka dan Informasi) PDM Magelang mengabadikan kegiatan rafting melalui video dan foto. Sebuah kerjasama sinergis antar MLO (Majelis, Lembaga dan Ortom) persyarikatan dalam berbagai kegiatan di wilayah Jateng yang sudah biasa kami laksanakan di beberapa daerah.

Peserta rafting terbagi masing- masing 4 orang untuk setiap perahu dan didampingi seorang pemandu dari mitra penyedia jasa rafting yang sudah terlatih. Empat orang per perahu mengikuti kaidah prokes di masa pandemi Covid-19. Sebelum masa pandemi, satu perahu biasa diisi 6 orang dengan 1 pemandu.

Terdapat 16 perahu yang disiapkan oleh panitia. 15 perahu untuk peserta Rakorwil dan 1 perahu untuk tim resque MDMC. Terlihat ada 3 peserta anak-anak (9-11 thn), yaitu putra dari Dina anggota Bawaskab Klaten, Sukri LHKP Kabupaten Pekalongan dan Hanan anggota KPU Banyumas.

Kami berempat menumpang perahu ke-12. Bersama Lukman Hakim Sekretaris LHKP PWM, Dr. Himmatul Hasanah Wakil Ketua LHKP PWM dan Desti staf pribadi Hima dari Yayasan Pendidikan Adiluhung Nusantara Yogyakarta.

Sebelum berangkat semua peserta mendapat pengarahan teknis dari Eko, instruktur rafting. Semua peserta diberi bimbingan dan diperlihatkan tata cara mengenakan APD (Alat Pelindung Diri) yang benar berupa pelampung dan helm. Juga cara menyelamatkan diri jika tercebur ke sungai, hingga cara menggunakan dayung yang benar dan baik. Kata kuncinya ada tiga, _taati perintah pemandu, jangan panik dan harus bekerja sama sebagai satu tim._ Peserta dalam satu perahu harus kompak sebagai satu tim, dan harus patuh menjalankan perintah pemandu. Sebuah peraturan tidak tertulis tetapi wajib dilaksanakan secara disiplin oleh seluruh anggota tim dalam satu perahu.

Diiringi rintik hujan yang mulai mereda, peserta berjalan menuju pinggir sungai untuk memasuki perahu secara bergantian, sesuai urutan barisan. Sebelum menuju lokasi start, semua peserta berdoa bersama dipimpin ustad Wardoyo, anggota KPU Kabupaten Magelang.

Rafting Sungai Elo

Sebenarnya di Kabupaten Magelang terdapat dua sungai yang biasa dijadikan arena olah raga arum jeram, yaitu DAS (Daerah Aliran Sungai) Elo dan DAS Progo. Dipilihnya sungai Elo, karena memiliki tingkat arus sungai yang paling aman dan nyaman bagi pemula dan mereka yang tidak pandai berenang. Selain alasan itu, DAS Elo termasuk aliran sungai yang tidak menjadi jalur lahar dingin gunung Merapi.

Dengan APD berupa pelampung di punggung dan dada yang mampu menahan beban hingga 150 kg, serta helm di kepala yang dipakai sesuai SOP, insya Allah semua peserta merasa aman dan nyaman. Kalimat kuncinya sebagaimana  disampaikan instruktur Eko, peserta harus tegak lurus nenaati segala perintah pemandu perahu dan tenang jangan panik selama mengikuti rafting.

Di Jawa Tengah terdapat beberapa lokasi rafting sebagai wahana olah raga dan rekreasi menguji andrenalin. Selain kabupaten Magelang, ada juga di Pemalang, Banjarnegara dan Purbalingga. Ada 20 club penyedia jasa rafting di DAS Elo Magelang, dengan jumlah total perahu karet 100 buah dan pemandu 120-an orang. Artinya 400 orang bisa mengikuti rafting dalam waktu yang bersamaan. Harga sebuah perahu karet berkisar Rp 18 juta sampai Rp 33 juta. Tergantung kualitas bahan dan brand buatan lokal atau impor.

Rafting di sungai Elo menempuh jarak kurang lebih 12 kilometer dengan waktu tempuh 2,5 hingga 3 jam perjalanan. Peserta disuguhkan pemandangan alam yang luar biasa. Tebing sungai yang berpagar batu alam, serta aneka jenis tanaman dan satwa endemik DAS Elo. Beruntung pada rafting kali ini kami sempat melihat dari dekat 4 ekor biawak berbagai ukuran di sepanjang perjalanan. Kami juga melihat pohon Aren yang sedang berbunga dan berbuah. Beberapa rumpun bambu terlihat ambruk dan ada beberapa pohon tumbang di tebing sungai. Suara beberapa burung yang sudah kami kenali kicauannya, dan melihat beberapa burung terbang diatas perahu. Ada koloni sriti dan walet yang bersarang di bawah jembatan, kicauan kutilang dan burung deruk sedang _’manggung’_ (Jawa : berkicau).

Kami juga melihat pemandangan air terjun di tengah perjalanan, serta beberapa pancaran air dari beberapa _’tuk air’_ di kanan kiri sungai Elo. Sungguh rekreasi alam yang menyenangkan.

Perahu terbalik

Di tengah perjalanan sebuah perahu dari rombongan kami sempat terbalik dan tersangkut batu besar. Nurbaeni anggota Bawaslu Tegal adalah salah satu penumpangnya. Sebuah pengalaman pertama Nurbaeni, mantan guru TK ABA, mengikuti rafting yang tak terlupakan. Dengan sigap Tim MDMC bersama tim pemandu melakukan evakuasi. Selama 20 menit evakuasi selesai dilakukan dengan cepat dan selamat.

Kami dan beberapa perahu rombongan di belakangnya menunggu di pinggir sungai, tidak jauh dari lokasi. Sebagai bentuk solidaritas _’esprit de corp_, berjamaah yang berkemajuan. Setelah perahu berhasil dibawa ke pinggir dan ditambahi udara dengan pompa yang sudah disiapkan, kami melanjutkan lagi perjalanan.

Selama rafting secara kebetulan  kami juga berhasil membantu menyelamatkan dua orang peserta yang tercebur ke sungai. Satu orang dari rombongan LHKP-Fordem dan  seorang lagi dari rombongan lain. Belakangan baru kami tahu, berasal dari rombongan Mahasiswa Pecinta Alam UAD (Universitas Ahmad Dahlan) Yogyakarta.

Ekonomi kreatif

Di tengah perjalanan rafting menyusuri sungai Elo, setelah menempuh 6-7 kilometer, peserta istirahat di sebuah tempat yang cukup nyaman setelah melewati track ke empat arum jeram yang mendebarkan. Semua peserta disuguhi air minum kelapa muda dan kudapan _’putu ayu’_ dan  _’gorengan’_ semacam pangsit. Produk pangan lokal yang enak dinikmati. Ketegangan dan kelelahan seketika sirna, sambil istirahat sejenak untuk mengumpulkan energi sebelum melanjutkan perjalanan menuju lokasi finish.

Menurut pak Selar, satu dari 12 penyedia jasa disana, aktifitas rafting di sungai Elo baru dimulai lagi selama 2 bulan terakhir sejak terjadi pandemi Covid-19 pada Maret 2020. Masa pandemi memaksa mereka _’puasa berjualan’_ selama 1,5 tahun. Selama kurun waktu itu, pak Selar dkk berganti profesi sebagai petani, buruh tani dan tenaga serabutan di sekitar desa. _”Beruntung urip teng ndusun, lawuh saged pados teng kali utawi nyuwun lombok sayur tetanggi. Sik penting gadhah uyah kalih uwos. (Beruntung hidup di desa, lauk pauk bisa mencari dari sungai atau cabai dan sayuran bisa minta tetangga. Yang penting di rumah punya beras dan garam)”_, tuturnya dengan bersahaja sambil membersihkan batok kelapa yang ada di “lincak” (meja saji) dari bambu.

Dari penuturan pak Selar, rata-rata di akhir pekan terdapat 1.000 orang yang mengikuti rafting di sungai Elo. Beberapa diantaranya turis asing, berasal dari Belgia dan Belanda. Jika sebuah kelapa muda dan kudapan sekedarnya dihargai Rp 15.000, maka ada sebanyak Rp 15 juta uang yang berputar di kalangan UMKM pedesaan yang bisa dinikmati pak Selar dan kawan-kawan. Kedua belas penyedia air kelapa muda dan kudapan, berbagi konsumen secara _”gandeng renteng”_, berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Sebuah aktifitas ekonomi pedesaan yang berdasarkan dengan azas kekeluargaan dan nir keserakahan.

Harga paket rafting sungai Elo sekarang Rp 200.000 per orang. Meliputi biaya transport lokal dari dan ke hotel, makan siang dan snack, sewa perahu dan APD, serta jasa pemandu rafting. Banyak orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan ekonomi kreatif ini. Dan artinya pula sangat mendukung pemulihan (recovery) ekonomi pasca pandemi secara mandiri.

Iseng-iseng kami menanyakan kepada salah satu pemandu rafting yang menyertai rombongan kami. Apakah selama pandemi sudah pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah karena menganggur selama 1,5 tahun. Jawabnya sangat menyejukkan hati: _”yang penting masih diberi kesehatan pak, daripada mendapat bantuan tapi sakit”_. Mereka juga menyampaikan fakta bahwa semua pemandu rafting sudah mendapatkan vaksin covid sebagai syarat untuk bekerja sebagai pemandu rafting. Yang makin menggembirakan kami, sebagian pemandu menerima vaksin di Unimma dan AUM Kesehatan yang dimiliki oleh PDM Magelang.

Jika kegiatan ekonomi kreatif semacam rafting ini bisa diintegrasikan dengan wisata Candi Borobudur menjadi satu paket wisata _’One Day Tour’_, maka multiplier effect ekonomi di daerah akan semakin cepat tumbuh kembali pasca pandemi. Apalagi Candi Borobudur, sejak 2007 sebagai ‘sister temple’ dengan Angkor Wat di Cambodia. Kedua candi dijadikan lokasi memperingati Hari Waisak Dunia bagi umat Budha dari seluruh dunia.

Kami bersyukur pernah diberi kesempatan mengunjungi Angkor Wat pada 2006. Mendampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Kepala Bappeda Jateng (alm) Prof Miyasto, atas undangan dan fasilitasi dari Badan Pengelola Angkor Wat bersama Dubes RI di Cambodia saat itu, Mayjend purnawirawan Urip.

Kompleks candi Angkor Wat berada di kota Siem Reap, provinsi terbesar kedua di negara Cambodia. Angkor Wat dibangun pada abad 12 oleh raja Suryawarman II dari kerajaan Khmer, menempati areal seluas 200 hektar. Sebelum menjadi raja, putra mahkota tersebut sempat bermukim dan mengasingkan diri ke Jawa Dwipa (Magelang). Maka di kompleks Angkor Wat kita bisa melihat semacam bangunan mirip candi mini Borobudur, sebagai bukti bahwa Sang Raja pernah menjadi ‘mukimin’ di sekitar Borobudur.

Sebelum pandemi, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Angkor Wat berjumlah hingga 2 juta pengunjung. Wisatawan terbanyak berasal dari China, Jepang, Taiwan, Thailand dan umat Budha dari seluruh dunia. Sejak ditandatangani MoU Sister Temple (2007) dan Sister Province (2009) antara pemerintah provinsi Jateng dan Siem Reap, dalam waktu singkat kunjungan wisman ke Candi Borobudur meningkat pesat. Dari 90 ribu wisman pada tahun 2006 menjadi 1 juta lebih wisman pada tahun 2018. Bahkan perayaan puncak hari besar Waisak di Candi Borobudur diikuti oleh umat Budha dari 17 negara, sejak tahun 2017 lalu. Sebuah anugerah ekonomi kreatif bagi masyarakat Jateng dan DIY.

Jika menilik sejarah, ternyata kegiatan ziarah, tamasya, piknik, wisata sudah menjadi bagian dari tradisi berkemajuan warga simpatisan Muhammadiyah. Tradisi budaya tamasya di berbagai perhelatan dan beragam kegiatan dakwah bil hal Muhammadiyah, khususnya pada penyelenggaraan kongres/muktamar. Sebagai salah satu ormas Islam terbesar dan tertua di Indonesia (berdiri 1912), jejak sejarah dakwah kultural dan dakwah ekonomi Muhammadiyah banyak ditemukan. Diantaranya, setiap muktamar (dahulu kongres) selalu ada desain logo kongres/muktamar yang menggambarkan event dan simbol budaya lokal tempat dilangsungkannya muktamar.

Di setiap muktamar, Muhammadiyah  menggerakkan segenap pimpinan cabang dan ranting, anggota dan simpatisan dari seluruh Indonesia untuk hadir sebagai _penggembira muktamar_. Jika dijalkulasi secara ekonomi, maka ada berapa milyar rupiah uang beredar di daerah yang dijadikan tuan rumah muktamar. Berapa milyar rupiah uang yang bisa dinikmati oleh perusahaan penyedia jasa transportasi udara, laut dan udara. Belum lagi ribuan UMKM yang dapat berkah menikmati rejeki dan bergerak di jasa kuliner semacam warung makan, penyedia jasa wisata lokal, produsen beragam asesoris muktamar, pemilik hotel dan penginapan, serta berbagai unit bisnis UMKM lainnya.

Semoga muktamar Muhammadiyah ke 48 di Surakarta, pada 18-20 November 2022 mendatang dapat berjalan dengan aman, lancar, baik dan sukses. Muhammadiyah tetap bersinar menyinari negeri hingga terwujud masyarakat madani yang baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur.

Salah satu ciri dakwah Muhammadiyah adalah dakwah yang menyenangkan, menggembirakan dan mencerahkan alam semesta.

Muhammadiyah memberi negeri tiada henti.

Wallahu’alam

_Magelang, 5 Desember 2021_

*) Ketua LHKP-PWM Jateng, pemerhati pangan dan pegiat wisata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *