JUMAT Kliwon 16 Oktober 2020 diperingati sebagai Hari Pangan Dunia. Ide ini berawal dari Dr. Pal Romany, mantan Menteri Pertanian dan Pangan Hongaria, salah satu delegasi Hongaria pada Konferensi Umum FAO ke-20 PBB, November 1979. Saat ini hampir 150-an lebih negara memperingati Hari Pangan Dunia setiap tahun.
Peringatan hari Pangan Dunia tahun ini terasa istimewa, karena berlangsung di saat pandemi Covid-19 mewabah hampir di sebagian besar belahan dunia. Tema tahun ini: ‘Grow, Nourish, Sustain, Together’. Empat kata tersebut yang ingin disampaikan kepada khalayak dunia, bahwa betapa pentingnya ketersediaan pangan bagi sebuah bangsa dan negara untuk memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup di tengah pandemi.
Komoditas pangan adalah kebutuhan pokok (asasi) manusia. Pangan selalu dibutuhkan manusia sejagat di kala sehat atau sakit, di waktu damai maupun perang, di saat kaya atau miskin, pada kondisi lapang atau sempit, era normal dan new normal. Bahkan disaat orang waras maupun gila-pun sangat membutuhkan pangan. Sebab pangan merupakan hak asasi yang mendasar dan fundamental. Selain itu, manusia dan makhluk lain (hewan dan tumbuhan) juga membutuhkan air sebagai sumber kehidupannya.
Peringatan hari Pangan Dunia menjadi pengingat kita untuk menghargai ‘sesuap makanan’ yang seringkali dianggap remeh. Pesan lainnya: memikirkan secara serius ketersediaan pangan bagi sebuah bangsa, juga menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya landasan budaya pangan yang berkeadaban; mengantisipasi rapuhnya ketahanan nasional tanpa ketahanan pangan; mempertahankan ketersediaan dan akses pangan bagi masyarakat miskin di tengah pandemi; serta memberikan penghargaan yang patut dan wajar terhadap pahlawan pangan yakni petani, pekebun, peternak, petambak, nelayan. Tak terkecuali peternak lebah madu dan pembolang madu lebah liar ‘apis dorsata, apis cerana, apis florea, apis trigona’ di hutan. Para pembudidaya pangan itulah sejatinya ujung tombak ketahanan pangan bagi sebuah negara.
Ketahanan Pangan Indonesia
Ketahanan nasional suatu bangsa sangat ditentukan oleh ketahanan pangan negaranya. Sebuah negara dan bangsa yang memiliki ketahanan pangan yang baik, maka akan memiliki ketahanan nasional yang baik pula.
Sebagai bangsa Indonesia kita patut bersyukur telah dianugerahi Allah Tuhan yang Maha Esa, sebuah wilayah yang sering disebut sebagai ‘zamrud katulistiwa’. Sebuah negara yang memiliki ‘biodiversitas’ terbaik dan terbanyak, serta memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Keanekaragaman hayati, tumbuhan dan hewan,–baik yang hidup di darat atau air; yang berada di daerah pantai, dataran rendah dan pegunungan; yang kasat mata maupun tidak nampak inderawi (mikro-organisme)– sungguh tiada duanya se dunia.
Apakah suatu bangsa dan negara yang memiliki SDA yang melimpah ruah juga memiliki ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan yang bagus dan kuat?
Teori dan fakta menunjukkan sebaliknya. Data kuantitatif empiris memperlihatkan betapa tidak semua negara yang mempunyai sumberdaya alam (SDA) melimpah dan sumberdaya manusia (SDM) yang banyak, secara otomatis memiliki ketahanan pangan yang baik.
Sebenarnya para founding father bangsa kita telah secara cermat dan berkemajuan (futuristik) meletakkan fondasi negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sebagai panduan dasar hidup berbangsa dan bernegara. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara konsensus dan persaksian kita bersama (Darul Ahdi wa Syahadah), untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia (Darul Salam). Tak terkecuali dalam upaya/usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan warganya.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) ayat dalam UUD 1945 yang seharusnya menjadi landasan bagi segenap anak bangsa, khususnya para penyelenggara negara dan pemerintah di negeri ini.
Pertama, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Kedua, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ketiga, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sudahkah terwujud ketahanan pangan di negeri ini? Kapankah terwujud kemandirian dan kedaulatan pangan di Indonesia?
Semua akan kembali kepada kesadaran dan komitmen kita sebagai bangsa. Rakyat tentu sangat berharap kepada komitmen dan integritas dari para pemimpin negeri, penyelenggara negara dan aparatur pemerintahan yang memiliki kekuasaan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana termaksud di dalam nilai-nilai dasar negara Pancasila, serta tertulis secara jelas dan tegas di dalam pasal-pasal dan ayat-ayat UUD 1945.
Pesan Hari Pangan Dunia
Tema ‘Grow, Nourish, Sustain, Together’ hari Pangan Dunia tahun ini setidaknya ingin mengingatkan dan menyadarkan kita sebagai bangsa dan sebagai bagian dari masyarakat dunia betapa pentingnya empati soal pangan. Tanpa ketersediaan pangan yang cukup, aman, bergizi dan adil (seimbang) akan menjadi titik awal munculnya berbagai bencana sosial, perang dan matinya sebuah peradaban dan budaya manusia modern.
Ketersediaan pangan musti tumbuh dan berkembang (grow) meski saat pandemi mendera di sebagian besar wilayah dunia, termasuk Indonesia. Maka penghargaan, perhatian, kebijakan dan fasilitasi sarana prasarana produksi pangan bagi para petani, peternak, pekebun, petambak dan pembudidaya bahan pangan lain wajib diberikan oleh negara. Agar supaya para pahlawan pangan itu terjaga kesehatannya, terjaga semangatnya untuk terus berproduksi di tengah pandemi.
Ketercukupan pangan (juga air) bagi segenap warga suatu bangsa dan negara, terutama tersedianya pangan untuk rakyat miskin dan korban ekonomi pandemi (jobless/korban PHK/pengangguran) haruslah terpelihara (nourish). Jangan sampai kematian massal yang mengenaskan dikala pandemi terjadi, karena tiadanya akses pangan yang mudah, murah dan terjangkau oleh seluruh rakyat, sebagai akibat kelalaian para aparat pemerintahan dan pemimpin bangsa menunaikan kewajiban.
Tersedianya pangan yang aman, bergizi dan cukup bagi rakyat, akan mampu menopang dan menahan (sustain) ketahanan nasional suatu bangsa dan negara di saat pandemi. Kita tidak tahu kapan pandemi akan berakhir. Tetapi yang pasti akan muncul adalah terjadinya kerusuhan sosial, ketidakstabilan politik dan runtuhnya pemerintahan apabila sebagian besar rakyatnya kelaparan.
Pepatah Jawa mengatakan: “weteng ngelih pikiran lan iman bisa malih” (perut lapar membuat pikiran dan iman terkapar).
Tentu saja, dalam usaha mewujudkan kebutuhan pangan bagi suatu bangsa haruslah dilakukan secara berjamaah, berjamiyyah alias bersama-sama, gotong royong (together).
Selama ini rakyat sudah ‘wareg’ (kenyang) dengan informasi dan ‘pehape’ janji2 kampanye para wakil rakyat dan pemimpin negeri yang belum banyak dan tidak pernah direalisasikan. Masyarakat sudah mengerti dan melek informasi bagaimana menteri perdagangan selama 5 tahun terakhir mengimpor beras disaat petani panen raya. Rakyat belum lupa kasus suap kuota impor daging yang menerpa presiden sebuah partai dan wakil rakyatnya. Para petani pun masih ‘sadar dan sabar nasib’ bilamana hingga kini Nilai Tukar Petani (NTP) masih rendah dan jauh dari kemakmuran.
Kebersamaan (together) dalam mewujudkan ketersediaan, ketercukupan dan keamanan pangan haruslah dilandasi sikap, komitmen serta integritas dari seluruh pemangku pangan (stakeholders) di Indonesia. Eksekutif, legislatif, yudikatif, BUMN, para cerdik pandai, alim ulama, pedagang, saudagar, aparat, petani, peternak, pekebun, petambak, nelayan dan rakyat kebanyakan musti serempak, serentak, bersama-sama ‘holobis kuntul baris’, merapat-lurus-rapikan shaft (barisan) dalam mewujudkan pangan bagi seluruh rakyat dan bangsa kita. Terwujudnya ketahanan pangan yang berkeadilan, nir kezaliman dan menghindari keserakahan oligarki kekuasaan politik pangan nasional.
Sebagaimana satu riwayat mensabdakan:
‘Orang berserikat dalam tiga hal: air, rumput dan garam’.
Secara kontekstual, Nabi saw memberikan pesan penting kepada umat manusia bahwa air, rumput (tanaman/sumber pangan) dan mineral (garam, emas, perak, nikel dan bahan tambang lainnya) wajib dikuasai oleh ‘perserikatan’ (negara) serta dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Semoga Allah Tuhan yang Maha Kuasa melindungi segenap bangsa dan rakyat Indonesia. Tentu saja kita bersama wajib berusaha secara kuat, berdoa yang tulus, melakukan pengabdian dan pengorbanan yang ikhlas dari segenap pemangku ketahanan nasional bangsa Indonesia.
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib (keadaan) suatu kaum sehingga mereka berusaha merubah keadaan pada diri mereka sendiri”
(Qs.Ar-Ra’d : 11)
Wallahua’lam
Klatur: 16/10/2020
*) Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PWM Jateng; Alumni Magister Agribisnis Undip; Praktisi pangan dan pembudidaya lebah madu Klanceng.