Pak ‘KOREA’ Legenda Basket Jateng

Minggu Pon, 28 November 2021 pagi menjelang jam 10.00 kami dapat kiriman WApri dari Puji Sulaksono, mantan Ketua Pengcab Perbasi (Persatuan Basket Seluruh Indonesia) Kendal yang saat ini menjadi pengurus Pengprov Perbasi Jateng. Dia mengabarkan meninggalnya Budhi Kurniawan (81 tahun), tadi malam jam 21.15 WIB di rumahnya Karang Kebon Selatan 375 Semarang. Rencana teman2 basket Jateng mau takziyah di rumah duka Tiong Hoa Ie Wan (THIW) siang nanti, jam 15.00 WIB. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Jam 15.00 WIB tepat kami memasuki kompleks Funeral Home THIW yang berlokasi di jalan arteri, bersebelahan dengan kampus STIKES Telogorejo Semarang. Menempati dua ruang I diujung selatan kompleks THIW. Sambil menunggu giliran, karena di dalam penuh pelayat dari jemaat gereja sedang kebaktian dan doa untuk almarhum, kami ngobrol santai dengan beberapa pegiat basket Jateng maupun nasional.

Ada Dani Kosasih, Ketum PB Perbasi (2016-2020 dan 2020-2024) dan Koh Ejang dari Jogja. Saudara Puji, Asih, Adhi, Hartoyo, Kristin serta puluhan orang lain yang saya kenal sebagai insan basket di Semarang. Sudah cukup lama kami absen dari dunia perbasketan Jateng. Terakhir tahun 2014 saat Musyawarah Provinsi di Semarang. Kami menolak diamanati menjadi  Sekretaris Umum Pengprov untuk kedua kalinya, periode 2014-2018. Kami lebih memilih menjadi anggota Perbasi dan kembali ke daerah untuk melaksanakan tugas dan amanah di bidang ekonomi dan sosial kemayarakatan lainnya.

Pak Korea

Nama lengkapnya Budhi Kurniawan (Siauw Lian Djiang), namun masyarakat basket lebih mengenal dengan sebutan pak Korea. Kamipun awalnya tidak kenal nama asli beliau, karena hampir semua orang basket memanggil pak Korea. Kami menduga mungkin wajahnya yang mirip orang Korea sehingga semua orang memanggilnya begitu. Bukan hanya orang basket, istri dan anaknya pun memanggil dengan panggilan mesra itu.

Pak Korea barangkali satu-satunya pemain basket putra di Indonesia yang pernah menjadi atlet PON selama 7 kali (28 tahun) dan layak masuk MURI. Menjadi pemain tim basket Jateng sejak usia 20 hingga 48 tahun. Memang waktu itu kejuaraan di PON belum membatasi usia maksimal bagi atlit pemain basket seperti sekarang. Ketangguhan dan stamina pak Korea sebagai pemain basket tak tertandingi. Lebih suka di posisi guard dengan kuda-kuda kaki yang kokoh dan sulit dijatuhkan pemain lawan.

 

Kami menyaksikan bagaimana pak Korea main basket 4 quarter penuh stamina di usia 70 tahun, saat pertandingan persahabatan _atlit veteran_ basket Jateng bersama Pangdam IV Diponegoro di stadion Satria Semarang, tahun 2010. Sementara rekan-rekan kami (40-50 tahun) yang lebih muda _’ngos-ngosan’_ dan hanya kuat bertahan di quarter kedua.

 

Selain sebagai salah seorang pendiri Klub Basket Kumala Jaya Semarang, pak Korea juga menjadi mentor dan pelatih basket di berbagai tempat. Salah satunya di Akademi Kepolisian Semarang. Maka tidak mengherankan jika di THIW terdapat beberapa karangan bunga dari beberapa jenderal polisi bintang 3 dan 2 yang sekarang masih menjabat. Maknanya para jenderal itu dulunya murid-murid pak Korea, guru basket di Akpol Semarang selama dua puluhan tahun.

 

Perkenalan dengan pak Korea, terjadi pada tahun 2006 ketika diundang makan siang pak Bambang Wuragil, Ketua Pengprov Perbasi Jateng di sebuah restoran di Semarang, yang mendaulat–lebih tepatnya memaksa– kami untuk menjadi manager tim basket Jateng pada PON 2008 di Samarinda. Permintaan tersebut akhirnya kami terima dengan beberapa syarat yang disetujui oleh Ketua dan seluruh pengurus yang hadir. Diantara syaratnya adalah manager diberi kebebasan untuk menentukan tim manajemen PON, manager memiliki hak prerogatif untuk menentukan 3 pemain inti, serta manager tidak dibebani memikirkan kebutuhan dana dalam mewujudkan The Dream Team basket PON Jateng.

 

Alhamdulillah, support dari pengurus Pengprov diluar dugaan kami. Bendahara Pengprov,  alm. pak Kristian menyumbang 500 juta, Ketua Pengprov pak Bambang 100 juta lebih dan masih banyak insan basket Jateng yang _’nyengkuyung’_ tim PON yang kami pimpin. Tidak terkecuali pak Korea yang kami jadikan sebagai ‘asisten pribadi’ manager simatupang (siang malam tunggu panggilan) dalam bidang teknik (technical advisor) khusus untuk Tim Putra. Pak Korea selalu mendampingi kami saat melakukan monitoring dan evaluasi tim Pra-PON di Semarang dan Solo. Bahkan hingga dinihari baru pulang ke rumah saat tim manajemen mengadakan musyawarah akhir penetapan Tim Inti PON Jateng.

 

Kami bersyukur untuk pertama kalinya sejak 8 kali PON (32 tahun) tim basket putra dan putri masuk semi final PON di Samarinda. Meski hasil akhir tim putri belum beruntung, hanya menduduki posisi ke 4 di final, tapi tim putra berhasil merebut medali perak untuk pertama kalinya.

 

Kesuksesan tim basket Jateng diulang pada PON tahun 2012 di Pekanbaru, Riau. Waktu itu kami diamanati sebagai General Manager Tim PON Jateng. All Central Java Final, tim putra dan putri Jateng berhasil masuk final. Dan amazing, tim putri mendapat medali emas dan tim putra berhasil mempertahankan medali perak. Sebuah monumen amal shalih dari segenap insan basket Jawa Tengah.

 

_*The Dream Team*_

 

Membangun, menyiapkan dan membina sebuah tim basket atau olah raga beregu lain tidak cukup hanya mengandalkan secara personal pemain-pemain yang baik secara teknik, kuat secara fisik, dan cerdas secara teori, namun juga harus mantap secara mental spiritual. The dream team bisa terwujud jika terdapat sinergi, saling memberi dan mengisi, _’saeyeg saekoproyo’_, saling asah-asih-asuh dari manajemen tim dan pengurus yang memiliki otoritas organisasi. Serta didukung segenap pemain sebagai satu kesatuan _”jamiyyah basket”_, tim yang solid, kompak, sinergi dan bersatu dalam keragaman.

 

Pengalaman kami memimpin tim bola basket Jateng selama 2 kali PON, telah memberikan pelajaran berharga bagi segenap insan basket Jateng. Bahwa sebaik apapun kemampuan teknik dan stamina seorang pemain secara individual, akan kalah dengan kekompakan seluruh pemain yang memiliki mental dan semangat juara, meski memiliki kemampuan teknik yang tidak begitu tinggi tapi merata. Egoisme pemain yang merasa paling pintar seringkali  menjadi faktor kegagalan tim ketika bertanding. Atau kepentingan dan egoisme klub dari seseorang yang berada di jajaran manajemen tim.

 

Pada pembentukan tim basket PON 2008 dan 2012, kami menerapkan sistem rekruitmen pemain secara terbuka, jujur, adil dan terukur. Kemampuan teknik pemain bukan faktor utama bagi manajemen dalam memutuskan seseorang menjadi anggota tim basket. Akan tetapi Adversity Intelligence (AQ), _kecerdasan adversitas_ yang merupakan resultan dari Spiritual Quotient (SQ), Intelligent Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ), yang kami jadikan indikator utama layak tidaknya seorang atlit menjadi anggota tim basket.

 

Maka sebelum  memutuskan sebuah tim inti basket PON, kami mewajibkan semua calon pemain untuk mengikuti tes kejiwaan (psycho- test) selama 2 hari di RSJD Amino Gondohutomo Semarang. Sebab kami sadar sejak awal bahwa kewarasan nalar dan logika, ketenangan jiwa dan spiritualitas, kekuatan mental seorang atlit lebih diperlukan dalam membentuk The Dream Team atau Super Team, bukan Super-man.

 

Selamat jalan pak Korea, terimakasih atas darma baktimu untuk dunia basket Jawa Tengah. RIP.

Wallahu’alam

 

*) _Sekum Pengprov Perbasi Jawa Tengah, 2010-2014._

Semarang, 29 November 2021.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *