#20-BelajarBudidayaKlanceng
Khafid Sirotudin
Pak Wachid, eks trainee Pelatihan Dasar Budidaya Klanceng dari Kertek Wonosobo, pagi-pagi WApri (chat WA pribadi) kami. Beliau kirim beberapa gambar terkait pembuatan stup klanceng dari bambu bekas penopang membuat dak di rumahnya. Sebuah ihtiar inovatif membuat stup alternatif secara kreatif yang patut ditiru.
Di dunia budidaya klanceng memang kita mengenal berbagai bentuk, ukuran, model dan bahan untuk membuat stup. Stup ada yang berbahan baku tembikar (gerabah), batok kelapa, kayu, bambu maupun berbahan baku lainnya. Bentuk dan model pun beraneka ragam. Ada yang berbentuk kotak tunggal/horisontal satu tingkat, bersekat dan tidak bersekat. Ada pula yang bertingkat 2 dengan topping box diatasnya, serta stup 3 tingkat.
Stup budidaya juga memiliki ukuran yang beragam. Kami sendiri pernah membuat 400 stup horisontal dengan delapan ukuran. Mulai yang paling besar 32x15x11cm hingga paling kecil 27x10x8cm (panjang x lebar x tinggi). Kami pernah mencoba budidaya 20-an koloni klanceng dengan stup dari kendil (gerabah). Dalam membuat topping box, kami pernah mengaplikasikan berbagai ukuran. Yang terbesar 47x42x12cm untuk koloni Heterotrigona itama. Ukuran terkecil topping box yang pernah kami aplikasikan yaitu 30x27x8cm.
Stup sesuai susunan broodcells
Sebagaimana kita tahu bahwa konfigurasi susunan broodcells klanceng, secara garis besar ada 2 bentuk, yaitu : Pertama, berbentuk spiral, beraturan dan tertata rapi dari bawah ke atas. Seperti bentuk broodcells H. itama dan T. biroi. Kedua, bergerombol ‘tidak beraturan’ membentuk blok-blok khusus. Jaringan pot-pot telur muda (young broodcells) yang berwarna tua/gelap terpisah dengan jaringan pot-pot telur tua (mature broodcells) yang berwarna muda/terang. Ada yang terpisah dan berhimpitan antar blok, ada pula yang berjarak diantara kedua blok. Bentuk konfigurasi broodcells menjadi satu pertimbangan utama kita dalam membuat stup yang sesuai dengan fitrahnya.
Berdasarkan pengalaman kami, jikalau broodcells berbentuk spiral maka lebih efektif manakala kita membuat stup dengan 2 tingkat atau memakai topping box. Tujuannya agar supaya ketika kita memanen madu dan bee-bread menjadi lebih mudah, efisien dan mengurangi resiko kematian koloni klanceng. Jika broodcells berbentuk bukan spiral atau blok tidak beraturan, maka stup budidaya sebaiknya berbentuk tunggal/horisontal dengan diberi sekat di tengahnya. Adanya sekat ini untuk memudahkan ketika panen dan tidak mengganggu ratu/koloni pada sisi lain yang tidak dipanen.
Kami pernah menjumpai dan melihat beberapa pembudidaya klanceng T. laeviceps menggunakan stup bertingkat 2 (dengan toping box). Hal ini tidak menjadi masalah, apabila koloni klanceng ditempatkan pada lingkungan budidaya yang memiliki tanaman pakan lebah berlimpah. Sebab dengan stup 2 tingkat membutuhkan kinerja koloni yang super besar (secara kuantitas dan kualitas), disamping ketersediaan pakan yang sangat melimpah dan berimbang (NePoReA).
Koloni klanceng yang baru ditempatkan di kotak budidaya (stup), secara instingtif akan lebih dulu membangun instalasi pertahanan dan keamanan koloni dari dalam stup. Koloni akan berusaha menutupi semua akses (lubang/celah/sela) stup dengan raw propolis dan batumen. Semakin luas dan besar ukuran stup, maka semakin banyak membutuhkan resin (getah) untuk membangun pertahanan di dalam sarang. Selanjutnya koloni akan menata jaringan telur (broodcells) serta jaringan pot-pot madu dan pollen (bee bread).
Berdasarkan hasil aplikasi yang pernah kami lakukan dengan berbagai ukuran stup terhadap koloni klanceng dari spesies sama, dan kualitas/kuantitas koloni yang setara, telah menghasilkan beberapa catatan (kesimpulan) awal sebagai berikut :
Pertama, asumsi yang dipakai sama. Dimana koloni klanceng berasal dari spesies/jenis yang sama, memiliki kuantitas dan kualitas setara, serta ditempatkan dalam lokasi yang sama. Sehingga relatif memiliki radius terbang dan sumber pakan yang sama.
Kedua, semakin besar ukuran stup, semakin lama panen perdana yang bisa dilakukan. Dengan ukuran stup ideal saja, kita baru bisa panen perdana pada rentang waktu 5-6 bulan, sejak stup koloni pertama kali ditempatkan. Sedang dengan ukuran stup yang besar, panen perdana baru dapat dilakukan dalam rentang waktu 7-9 bulan.
Ketiga, panen kedua, ketiga dan selanjutnya memiliki jangka waktu lebih lama apabila stup berukuran lebih besar. Dengan stup ukuran ideal (standar budidaya), rata-rata 2-3 bulan kita baru bisa memanen madu klanceng murni fresh from the nature. Jikalau stup berukuran besar, maka kita baru bisa panen kembali dalam rentang waktu 4-5 bulan.
Ukuran stup dan topping box
Berdasarkan pengalaman empiris kami, ukuran stup budidaya yang ideal yaitu 27-30x10x8-9cm, dengan sekat di tengah yang diberi lubang (1 atau 2) dengan diameter 1 cm. Pintu keluar stup (corong) berdiameter 1 centimeter. Sebaiknya stup dibuat dari kayu yang kering, dipasah halus dan dipaku rapat. Usahakan jangan sampai ada sela yang memungkinkan semut dan hama lain masuk ke dalam stup. Bahan stup dari kayu kelapa dan trembesi tidak kami rekomendasikan.
Adapun ukuran topping box standar budidaya yaitu 27-30×27-30×9-10cm. Bahan kayu yang dipakai musti memenuhi syarat sebagaimana pembuatan stup diatas. Kami lebih memilih membuat topping box berbahan kayu jati atau kayu Jawa yang keras (nangka, mahoni, dll) untuk membuat topping box bagi koloni H. itama yang kami pelihara di kebun dan ladang.
Lebih baik lagi manakala kita mau mengecat topping box dengan cat kayu berbahan dasar air, lebih awet dan tahan lama. Mengecat topping box sebagai ‘tetenger’ (ciri khas) koloni milik kita. Sebagaimana biasa dipraktekkan para peternak lebah madu Apis mellifera yang sudah umum dilakukan.
Yang terpenting untuk diperhatikan, bahwa dalam pembuatan topping box harus memperhitungkan presisi dan kerapatan kayu. Jangan sampai kebodohan kami ditiru teman-teman pembudidaya. Dimana kami pernah kehilangan 6 koloni H. itama akibat invasi T. laeviceps dan kemasukan hama dari sela-sela toping box yang kurang rapat.
Kami juga mengaplikasikan stup 3 tingkat untuk puluhan koloni T. biroi yang kami pelihara. Namun berdasarkan pengalaman kami, bentuk stup 3 tingkat itu lebih efektif dan efisien untuk kita melakukan splitting (perbanyakan) koloni T. biroi. Jika orientasi kita pada hasil produksi madu, lebih berdayaguna menggunakan stup 2 tingkat. Dimana stup bagian atas (topping box) memudahkan kita panen setiap 2-3 bulan sekali. Stup dan topping box dibuat ukuran sama dan presisi, sehingga ketika panen kita cukup mengambil topping box (stup bagian atas) yang berisi pot-pot madu/bee bread, lalu memasang topping box kosong untuk menutup stup koloni yang dipanen.
Apakah boleh membuat dan mengaplikasikan stup dan topping box dengan ukuran, model dan bahan lainnya? Sangat boleh dan sah, serta tidak haram dilakukan. Silakan teman pembudidaya melakukan inovasi sendiri-sendiri dan berbagi pengalaman. Karena pengalaman adalah guru yang terbaik (experience is the best teacher). Dan kebaikan itu seyogyanya dituliskan dan dibagikan. Bisa pula pengalaman kita beternak klanceng, didokumentasikan dalam bentuk gambar, foto dan video. Agar kita bersama-sama bisa mendapatkan ilmu dan ketrampilan yang bermanfaat, menjalin silaturahmi virtual di berbagai group sosmed ‘jamiyyah klancengiyah’. Sebagaimana riwayat menyatakan : “Sebaik-baik manusia yaitu yang mampu memberikan manfaat kepada sesama”.
Wallahu’alam.
Sudahkah kita minum madu klanceng hari ini?
Kampung Ramadhan, 06 April 2022
*) Founder HIBTAKI, Pembudidaya Klanceng, Pemerhati Pangan.