KOLONI KLANCENG

#03-BelajarBudidayaKlanceng

Khafid Sirotudin

Di era digital sekarang ini, kita dimudahkan untuk mendapatkan berbagai informasi yang positif atau negatif, baik/benar maupun buruk/salah. Tak terkecuali informasi terkait budidaya atau beternak Klanceng (Kelulut/Teuweul/Galo-galo/Maher/dll). Banyak bertebaran video, film, foto, konten terkait cara splitting (perbanyakan koloni), mencangkok koloni, memanen madu, memindah koloni klanceng dan sebagainya. Namun sayangnya tidak semua informasi yang kita peroleh dari sosmed dan media publik memiliki keshahihan sosial dalam kenyataan (dhaif/hoax).

Kita musti ‘tabayyun’ (klarifikasi, check and balance) atas semua informasi yang kita dapatkan. Meminjam istilah kyai kami, harus jelas sanad nasad’ dan sanad ilmu- nya’. Begitu juga dengan ilmu dan ketrampilan budidaya klanceng. Kita bisa membaca dari berbagai jurnal ilmiah hasil penelitian para pakar. Kita juga dapat belajar dari pelatihan/training/seminar/webinar yang kita ikuti. Bisa pula berasal dari ‘laku sosial’, praktek budidaya yang kita lakukan dalam rentang waktu yang cukup lama. Sebab pengalaman adalah guru yang terbaik.

Kami dari HIBTAKI selalu menyampaikan kepada berbagai kalangan, baik personal maupun institusional, betapa pentingnya praktek/aksi nyata ‘memelihara koloni klanceng’ menjadi kewajiban yang musti dijalani peserta pasca pelatihan usai, maupun pembolang dan para pemulia klanceng. Pendampingan kepada para pembudidaya oleh para mentor, setidaknya selama 1 tahun merupakan wujud tanggungjawab moral dan profesional atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan kepada peserta. Juga pendampingan kepada para pembolang yang menjadi mitra pembudidaya agar kelestarian alam terjaga.

Berdasarkan pengalaman selama ini, betapa banyak bantuan ternak dan peralatan pertanian dari pemerintah hilang ‘ora ono tuwase’ (Jawa : tak berbekas, tidak ada hasilnya). Ternak unggas, kambing, domba, sapi dan aneka ternak lainnya. Apalagi jika sejak awal sudah dilabeli dengan ‘bantuan pemerintah’. Sebuah diksi yang seakan menghilangkan tanggungjawab sosial yang amanah agar berdaya dan berhasil guna bagi para penikmat bantuan. Apalagi kebanyakan bantuan tersebut tidak dilandasi lebih dulu dengan menumbuhkan jiwa ‘perwira’ (sense of belonging), serta pelatihan dan tata kelola/manajemen budidaya yang baik. Ditambah lemahnya pengawasan, monitoring dan evaluasi dari para pihak yang seharusnya berwenang untuk itu.

 

Beruntung saat ini tersedia beragam aplikasi digital sebagai sarana yang memudahkan untuk melakukan interaksi sosial, kontrol atas progress report budidaya yang telah dan sedang dijalankan. Ada Whattapps (WA) Group, FB dan Instagram. Melalui WA Group kami biasa berinteraksi, belajar bersama, berbagi pengalaman (masalah, hambatan dan solusi) selama memelihara koloni klanceng. Sehingga secara ‘berjamiyyah klancengiyah’ (bersama-sama) kita bisa menjadi semakin mengetahui, memahami, menguasai dan mahir dalam budidaya klanceng.

 

Learning by doing, belajar sambil mengerjakan. Sebuah falsafah dasar dalam pendidikan vokasi. Setiap laku sosial dan ekonomi, termasuk budidaya klanceng, membutuhkan ‘pemahaman ilmu’ dan ‘memiliki ketrampilan’ untuk mengerjakan. Kita tidak akan pernah mahir mengendarai mobil atau membuat minuman kopi yang enak jika hanya mengandalkan ‘pengetahuan’ dari berbagai informasi dan konten dari media sosial. Sebab untuk menjadi sopir yang handal atau menjadi barista kopi yang baik mensyaratkan adanya praktek secara nyata, membiasakan diri praktek berulang kali, merekam dan mencatat semua pengalaman (gagal-sukses, masalah-solusi, dst).

 

Dalam bahasa lain sering dinarasikan sebagai “ilmu-amaliyah, amal-ilmiah”. Ilmu yang diamalkan/dipraktekkan dan amal/laku sosial berdasarkan ilmu. Selain dari forum pelatihan, ilmu budidaya bisa kita peroleh dari budaya literasi yang tinggi, membaca dan mempelajari ayat-ayat qauliyah/kauniyah Allah yang bertebaran di bumi ini. Tadabur alam terhadap setiap makhluk (hidup/mati) di alam semesta ciptaan Tuhan.

 

Kita tidak akan pernah bisa membedakan madu murni/asli dengan madu SOS (Sirupan, Oplosan dan Sintetis), jika kita belum membiasakan diri minum madu (murni/asli) setiap hari. Kita belum bisa membedakan rasa/taste dan ciri-ciri khusus madu klanceng (Trigona sp.) dibandingkan madu Apis sp. apabila kita belum terbiasa minum madu setiap hari. Kita harus melatih serta membiasakan ‘organoleptik’ (khususnya indera perasa dan pembau) secara optimal. Maka dalam sesi pelatihan yang kami adakan selalu ada ‘praktek minum madu’ yang baik dan benar.

 

Mengenal koloni

Klanceng merupakan lebah madu tanpa sengat (stingless bee) yang memiliki ukuran tubuh 2-11 milimeter (0,2-1,1 centimeter) sesuai genus/spesies/sub spesies. Masing-masing jenis memiliki karakteristik unik dan tersimpan dalam informasi genetik (DNA/RNA). Keunikan setiap jenis klanceng dapat dilihat berdasarkan: ukuran, bentuk dan warna tubuh; kemampuan/radius terbang; kesukaan jenis bunga/tanaman; ukuran pot madu/pot pollen dan kemampuan produksi madu; ukuran dan susunan broodcells; bentuk corong atau pintu sarang; dan berbagai ciri spesies lainnya.

 

Budidaya klanceng ‘suer’ benar-benar sebuah aktivitas yang menggembirakan, menyenangkan dan mencerahkan. Selain keunikan atau kekhasan setiap jenis klanceng, terdapat pula ciri-ciri umum (general) yang kita bisa amati dan mencatatnya sebagai sebuah ilmu pengetahuan dan pengalaman baru melakoni budidaya klanceng.

 

Berdasar pengalaman empiris, salah satu faktor penyebab kegagalan dalam budidaya klanceng yaitu kita belum paham seluk beluk, hal ihwal, ‘tetek bengek’ terkait koloni klanceng yang layak dipelihara. Kami sering menyampaikan pada berbagai forum pelatihan tentang “kriteria kuantitatif” koloni klanceng berdasarkan populasi atau jumlah klanceng dalam 1 stup/kotak budidaya. Secara kuantitatif, terdapat 4 (empat) ukuran koloni klanceng yaitu :

  1. Small (S) atau Kecil, dengan jumlah koloni di dalam stup kurang dari 100 ekor.
  2. Medium (M) atau Sedang, dengan anggota koloni sebanyak 100-200 ekor.
  3. Large (L) atau Besar,_ dengan jumlah anggota koloni 300-400 ekor.
  4. Extra Large (XL) atau Sangat Besar, dengan jumlah koloni 400-500 ekor atau lebih.

 

Apakah semua ukuran koloni klanceng menjadi layak untuk dibudidayakan ?

Tentu saja tidak semuanya layak. Hanya koloni ukuran XL (Sangat Besar) dan L (Besar) yang sebaiknya kita budidayakan.

 

Disamping koloni harus memenuhi persyaratan kuantitatif, masih ada kriteria khusus (kualitatif) yang harus dipenuhi bagi koloni klanceng standar budidaya, yaitu :

  1. Adanya Ratu Klanceng. Setiap koloni dalam stup harus terdapat seekor ratu. Jika tidak ada ratu atau telur bakal ratu di dalam stup, maka lebih baik dikembalikan ke alam. Percuma kita budidayakan karena hampir pasti akan menemui kegagalan.
  2. Terdapat Broodcells (jaringan pot telur) yang cukup banyak dan proporsional, antara telur muda maupun telur tua. Adanya broodcells selain menunjukkan ‘adanya ratu klanceng’, sebagai penanda terjaminnya regenerasi klanceng pekerja dan pejantan dalam koloni. Sebab usia klanceng ‘betina’ pekerja (female stingless bee worker) dan pejantan hanya 1/20 hingga 1/30 usia Ratu Klanceng (sesuai spesies klanceng).
  3. Terdapat pot madu dan pot pollen yang cukup di dalam stup. Madu dan pollen pada hakekatnya bahan makanan (logistik) koloni klanceng. Kita diperbolehkan untuk mengambil dan memanfaatkan, tetapi tidak boleh serakah (dzalim/tidak adil) dengan cara mengambil semuanya. Sisakan 10-20 persen jika kita memindahkan koloni dari alam (bambu/log kayu) ke dalam stup. Atau ketika kita memanen madu dan bee-bread dari stup atau sarang klanceng.
  4. Nir hama dan penyakit di dalam stup. Hama klanceng antara lain semut, larva BSF (Black Soldier Fly)/lalat buah/kumbang, ‘mrutu’ (Jawa: serangga kecil berwarna putih), dan sebagainya. Penyakit klanceng dapat berupa virus, bakteri dan jamur.

 

Koloni klanceng manakah yang memenuhi Standar Budidaya ?

Yakni koloni klanceng yang memenuhi ‘syarat dan rukun/ ketentuan’ budidaya. Baik ketentuan secara kualitatif maupun kuantitatif. Wallahu’alam

 

Weleri, 15 Februari 2022

 

 

*) Founder HIBTAKI, Pembudidaya Klanceng, Pemerhati Pangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *