Keragaman Lebah, Pangan dan Manusia

TANGGAL 20 Mei tahun 2022 adalah Hari Lebah Sedunia.

Hari Lebah Sedunia (World Bee Day/WBD) diperingati dan dan ditetapkan pertama kali oleh Sidang Umum PBB pada 20 Mei 2018. Pemerintah Slovenia yang mengajukannya pada Desember 2017.

Dipilihnya tanggal 20 Mei bertepatan dengan kelahiran Anton Jansa, warga Slovenia pelopor budidaya lebah modern pada tahun 1734.

Tahun ini peringatan Hari Lebah
Sedunia bertema: “Bee Angaged : Celebrating the Diversity of Bees and Beekeeping Systems”.

Tema tersebut mengandung pesan betapa penting pengetahuan dan pemahaman orang tentang budidaya lebah beserta pemanfaatan keragaman produk dari lebah. Madu, bee-pollen/bee bread, propolis, bee wax, bee venom dan royal jelly beserta produk olahan dan turunannya.

Tema WBD tahun 2022 juga terkait dengan peran penting lebah sebagai agen utama penyerbukan bagi 70 persen lebih tanaman pangan di dunia.

Baca Juga: Berbahagialah 5 Zodiak Ini, Diramal Bakal Banjir Rezeki di Akhir Mei 2022

Maknanya, saat spesies lebah punah maka pasokan pangan bagi manusia akan punah, serta pada akhirnya manusia akan punah pula tanpa ketersediaan pangan yang aman, cukup, bergizi, beragam dan seimbang.

Sebab walaupun terdapat spesies lain yang dapat melakukan penyerbukan (tawon, kumbang, semut, kupu-kupu, dll), namun lebah tetap menjadi hewan utama yang melakukan penyerbukan.

Lebah adalah hewan penyerbuk (pollinator).

Fungsi utama lebah bagi aneka tanaman adalah membantu proses menyebarkan benang sari bunga.

Tanpa adanya bantuan pollinator seperti lebah, maka bunga-bunga tentu mengalami kesulitan, ‘hil yang mustahal’ untuk melakukan proses penyerbukan.

Lebah dan hewan penyerbuk lainnya tidak hanya bekerja membantu tanaman menghasilkan makanan bagi manusia dan hewan lainnya.

Tetapi juga membuat aneka tumbuhan berbunga dan membuat rantai ekosistem bumi semakin indah.

Konon di dunia ini terdapat 20.000 spesies lebah yang membantu penyerbukan beragam tanaman.

Lebah memegang peranan sangat penting pada proses penyerbukan dalam rantai makanan ekosistem.

Meskipun penyerbukan bisa dilakukan oleh burung, kelelawar dan angin, akan tetapi koloni lebah membantu proses penyerbukan dalam skala yang paling besar.

Proses penyerbukan (polinasi) merupakan Sunatullah dalam reproduksi tumbuh-tumbuhan.

Tidak seperti manusia atau hewan, beragam pepohonan dan tumbuhan sangat membutuhkan agen lain (agen hayati dan non hayati) untuk berkembang biak.

Polinasi adalah berpindahnya dan bertemunya serbuk sari (pollen) dari bagian bunga jantan ke bagian bunga betina (kepala putik).

Lebah adalah aktor utama yang melakukan polinasi (pollinator).

Lebah disebut juga hewan nektivora, yaitu hewan herbivora yang hanya memakan nektar.

Nektivora lainnya yakni kupu-kupu, posu-madu dan burung kolibri.

Hubungan atau interaksi puluhan ribu spesies lebah dengan puluhan ribu aneka tanaman merupakan simbiosis mutualisme.

Sebuah bubungan dua makhluk hidup yang saling menguntungkan.

Melalui proses penyerbukan lebah mendapatkan nektar dari bunga (floral) dan ketiak daun (ekstra floral) untuk diolah menjadi madu, setelah difermentasi di perut lebah.

Sedangkan tanaman terbantu penyerbukannya, sehingga bunga tanaman bisa berproses menjadi buah, sayuran dan aneka bahan pangan dan bahan baku sandang untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Melalui jasa lebah, aneka tanaman bisa menjaga keberlangsungan populasinya secara generatif.

Hubungan simbiosis mutualisme seharusnya menjadi pertimbangan utama interaksi manusia dengan lebah dan tanaman.

Manusia membutuhkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan bahan pangan (makanan dan minuman).

Sementara tanaman sangat membutuhkan peran lebah sebagai pollinator utama proses penyerbukan.

Pola hubungan manusia dengan Allah Tuhan semesta alam serta makhluk hidup lainnya (hewan dan tanaman) sudah seharusnya berjalan sesuai hukum alam atau Sunatullah.

Hukum alam setidaknya memiliki beberapa ciri utama, yaitu: absolutely (mutlak), exactly (pasti), objective (keseimbangan/keadilan) dan evolutif (berproses).

Hubungan manusia dengan Tuhan berwujud sesembahan, sembahyang, kepatuhan dalam menjalankan ibadah dan berbagai amal shalih.

Hubungan manusia dengan manusia berupa cinta kasih, saling asah, asih dan asuh.

Hubungan manusia dengan hewan dan tanaman berupa saling ketergantungan, saling membutuhkan dan saling menjaga keseimbangan, keadilan dan menghindari berbuat dzalim (tidak adil/serakah).

Masyarakat Bali menyebut pola hubungan manusia-Tuhan-makhluk hidup lain sebagai Trihita Karana.

Albert Einstein (1879-1955), fisikawan penemu Teori Relativitas pernah mengungkapkan: Jika lebah menghilang dari permukaan bumi, manusia hanya punya sisa waktu hidup empat tahun lagi.

Einstein memang bukan peternak lebah, juga bukan seorang ahli yang mempelajari ilmu tentang serangga (entomologis).

Namun kami yakin Einstein seorang ilmuwan yang rajin mengkonsumsi madu.

Mengingat pada tahun 1734 di Slovenia sudah terdapat peternakan lebah madu modern pada jaman ‘semo-now’ (Jawa : dahulu).

Seabad lebih sebelum Einstein lahir.

Jika mengingat pernyataan Einstein, barangkali akan terlintas sekilas di pikiran kita bahwa punahnya lebah tidak terlihat sebagai sebuah masalah yang besar.

Toh masih banyak orang sampai sekarang yang masih bisa hidup sehat tanpa mengkonsumsi madu selama bertahun-tahun.

Berdasarkan data yang kami peroleh, tingkat konsumsi madu rata-rata orang Indonesia baru sebesar 10 gram per orang per tahun.

Setara dengan 1 sendok makan madu setahun.

Punahnya lebah bukan sekedar punahnya madu sebagai sumber penghasilan bagi para peternak lebah.

Namun hal terpenting dari lebah adalah penyerbukan bagi tanaman dan pasokan pangan bagi manusia.

Lebah madu berperan sangat penting bagi 80 persen lebih tanaman hortikultura (buah-buahan dan sayuran) serta 90 persen lebih tanaman berbunga.

Sejalan dengan apa yang pernah dirilis oleh entomologis SE Mc Gregor dalam Insect Pollination of Cultivated Crops Plants pada tahun 1976. Beliau menyatakan “sepertiga dari makanan kita, langsung atau tidak langsung bergantung pada produk tanaman yang diserbuki oleh serangga.

Dan lebah madu berperan atas tiap gigitan ketiga dari makanan yang kita kunyah.

Masyarakat Eropa dan Amerika pernah dihebohkan dengan berbagai laporan tentang hilangnya populasi lebah madu.

Koloni lebah yang gagal bertahan pada musim dingin tahun 2011 di AS meningkat 30-35 persen dari 10 persen sebelumnya.

Di Jerman populasi lebah menurun 25 persen.

Bahkan di beberapa negara lain banyak populasi lebah musnah sirna tanpa bekas.

Di Aumori Jepang, petani apel menempatkan ‘pring tulup’ (Jawa : bambu berdiameter kecil kl 1-cm) yang dipotong pendek satu ruas, pada rak-rak khusus setiap jarak 100 meter di sepanjang perkebunan Apel Fuji di sana.

Bambu-bambu kecil inilah yang ditempati telur, larva dan pupa (kepompong) selama musim dingin.

Lalu berubah menjadi lebah muda di awal musim semi tiba.

Sebab lebah merupakan salah satu hewan yang mengalami proses metamorfosis secara sempurna.

Sadar akan peran lebah sebagai agen hayati penyerbuk utama berbagai tanaman penghasil bahan pangan, Pemerintah Barrack Obama di AS pernah mengalokasikan USD 82,5 juta untuk mendanai berbagai riset tentang lebah.

Di beberapa negara maju lainnya, perhatian pemerintah dalam menjaga keberlangsungan kehidupan lebah dan hewan pollinator lainnya mendapatkan porsi memadai dengan pengalokasian anggaran yang cukup.

Hilangnya populasi lebah dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

Antara lain : deforestasi, habitat yang menyusut, karhutla, rusaknya lingkungan hidup, penggunaan pestisida berlebihan, naiknya suhu bumi/global warming, berbagai hama dan penyakit yang menyerang lebah, predator yang meningkat akibat ketidakseimbangan alam, dan sebagainya.

Berbagai upaya untuk melestarikan dan mengembangkan lebah masih dilakukan hingga sekarang.

Terutama di negara-negara yang pemerintahnya memiliki kepedulian yang besar akan arti pentingnya kehadiran lebah sebagai pollinator utama bagi puluhan ribu jenis tanaman.

Tak terkecuali tanaman kapas sebagai bahan baku sandang, yang membutuhkan bantuan lebah dalam penyerbukannya.

Sependek pengetahuan kami, hingga kini kami belum menemukan data dan fakta adanya keseriusan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menjaga keberlangsungan hidup ratusan spesies lebah madu, baik Apis sp (stingbee/lebah berpenyengat) maupun trigona sp (stingless bee/lebah tanpa sengat).

Program ketahanan pangan masih mengalienasikan peran dan posisi lebah sebagai aktor penting polinasi bagi ratusan jenis tanaman pangan yang terdapat di Indonesia.

Setidaknya tercermin dari APBN/APBD yang terpublikasikan secara resmi di berbagai media.

Kita lebih semangat membahas naiknya harga cabai rawit, turunnya harga bawang merah, meroketnya harga minyak goreng, anjloknya harga telur dan naiknya harga berbagai ‘komoditas politis’ lainnya ketimbang ancaman punahnya lebah dan masih minimnya produksi dan tingkat konsumsi madu nusantara.

Punahnya lebah di berbagai wilayah dan pulau di Indonesia, agaknya belum menyadarkan kita semua akan adanya ancaman produksi pangan di masa mendatang.

Belum tercapainya swasembada beberapa komoditas pangan nasional berbanding lurus dengan menurunnya populasi lebah yang hidup di seluruh wilayah nusantara.

Tentu membutuhkan penelitian dari para pakar entomologis yang lebih spesifik terkait hipotesa yang kami sampaikan ini.

Padahal kita tahu bahwa ketahanan nasional suatu bangsa tergantung dari ketahanan pangannya.

Pepatah Jawa menyatakan : “weteng wareg pikirane teteg, weteng ngelih iman lan pikirane bisa malih” (perut kenyang membuat pikiran tenang, perut lapar bisa membuat iman dan pikiran terkapar).

Dari sisi ekonomi kelembagaan dan politik anggaran, kami juga belum melihat adanya angka pengalokasian anggaran yang cukup memadai di berbagai kementerian/departemen terkait dan SKPD di Pemerintah Daerah.

Tetapi kami sedikit lega sejak TA 2021 lalu, kementerian pertanian sudah mulai sadar dengan mengalokasikan sedikit anggaran untuk pengembangan lebah sebagai agen hayati.

Problem kelembagaan lain yaitu masih belum jelasnya departemen/dinas pengampu yang menaungi para pembudidaya dan pemulia lebah madu.

Masih beruntung ada Apiari Pramuka yang sejak 1971 mengembangkan budidaya lebah madu Apis mellifera di berbagai daerah.

Membentang dari Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur.

Akan tetapi maaf dari sisi produktivitas madu dunia kita masih ketinggalan jauh.

Indonesia masih mengimpor 10.000 ton madu untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman.

Bagi kalangan praktisi pembudidaya perlebahan di berbagai daerah, umumnya UMKM dengan skala kepemilikan di bawah 100 stup/koloni, masih belum bisa merasakan ‘manisnya madu’ dari kehadiran negara dan uluran tangan pemerintah daerah di masing-masing provinsi/kabupaten/kota.

Hampir semua peternak lebah di daerah bekerja mandiri, beternak secara gotong-royong atau berjamaah sesama peternak.

Bahkan dunia perbankan dan lembaga keuangan-pun masih belum melihat sektor perlebahan madu sebagai unit usaha UMKM yang layak dikucuri modal dengan tingkat bunga rendah dibandingkan sektor lainnya.

Lebah merupakan hewan yang sangat menguntungkan bagi kehidupan makhluk hidup di bumi.

Ada banyak manfaat yang bisa diperbuat lebah untuk mendukung kehidupan manusia di dunia.

Selain menghasilkan madu untuk kesehatan dan kebugaran tubuh kita, lebah juga menghasilkan produk lain sebagai bahan baku obat, herbal dan nutrisi yang sangat bermanfaat.

Lalu pernahkah kita membayangkan apa yang terjadi jika lebah punah atau tidak ada lagi di dunia ?

Kekhawatiran ini bisa saja terjadi jika kita benar-benar abai terhadap keberlangsungan kehidupan lebah.

Berikut beberapa akibat jika lebah sampai punah :

Pertama, hilangnya produksi madu. No Bee, No honey.

Lebah punah, madupun tiada.

Padahal manusia telah memanfaatkan madu untuk berbagai kebutuhan sejak dahulu kala.

Madu murni dan asli hanya dihasilkan oleh lebah.

Sesuatu disebut madu apabila berasal dari nektar tanaman yang diambil oleh lebah, kemudian difermentasi di perut lebah lalu dikeluarkan melalui mulut lebah dan dituangkan ke dalam wadah khusus berupa kotak sisir madu hexagonal ( Apis sp ) atau mangkok/bola-bola madu ( Trigona sp) serta mengandung probiotik dan enzim unik yang dihasilkan oleh masing-masing spesies lebah.

Beragam manfaat dan khasiat madu sudah banyak diteliti dan dipublikasikan di berbagai jurnal hasil penelitian maupun disebarkan ke berbagai media massa, elektronik, on-line dan digital.

Kedua, tanaman hortikultura gagal panen.

Bagi kita yang bukan petani, cobalah luangkan waktu sesekali barang 1 jam untuk memperhatikan aneka tanaman buah-buahan dan sayuran yang ada di halaman atau pekarangan rumah kita atau tetangga ketika berbunga.

Mangga, kelengkeng, rambutan, durian, alpukat, belimbing, jambu, pisang, cabai, tomat, kemangi, dan sebagainya.

Sejak fajar menyingsing hingga sore menjelang, berapa banyak lebah mendatangi beragam bunga tanaman buah dan sayuran yang tumbuh di halaman rumah. 70 persen lebih tanaman hortikultura membutuhkan bantuan lebah untuk penyerbukan.

Sisanya dilakukan oleh semut, tawon, kumbang dan kupu-kupu.

Sebagai makhluk yang berakal, manusia bisa saja melakukan penyerbukan jika lebah punah.

Sebagaimana yang sudah mulai dilakukan di China.

Akan tetapi kemampuan dan jangkauan manusia melakukan penyerbukan terhadap ribuan bunga tanaman hortikultura tentu sangat jauh dari sempurna apabila dibandingkan dengan ribuan koloni lebah.

Pada akhirnya punahnya lebah tetap menjadi ancaman serius bagi kegagalan panen produk hortikultura.

Ketiga, tanaman kapas gagal panen.

Sebagaimana kita tahu bahwa kapas merupakan salah satu tanaman penghasil bahan pembuatan pakaian.

Dan lebah mengambil peranan utama dan sangat penting penyerbukan tanaman kapas.

Sudah terbayang sekarang apabila lebah punah, maka tanaman kapaspun akan mengalami kegagalan panen.

Kita musti sadar diri bahwa lebah tidak hanya sebagai pollinator tanaman buah dan sayuran saja.

Lebah juga melakukan polinasi bagi 90 persen persen beragam tanaman penghasil buah dan sayuran, tanaman bunga-bungaan dan rerumputan.

Keempat, produk susu menghilang.

Fakta menunjukkan bahwa manusia bukanlah satu-satunya makhluk hidup yang mengkonsumsi makanan dari beragam tanaman yang diserbukkan oleh lebah.

Sapi perah penghasil susu adalah konsumen utama berupa pakan ternak yang berasal dari tanaman dan membutuhkan bantuan lebah dalam penyerbukannya.

Sebagian besar yang sapi perah makan, berupa hijauan daun dari aneka tanaman rerumputan yang membutuhkan penyerbukan lebah.

Salah satunya Alfalfa spp. sebagai asupan andalan bagi peternak sapi perah, kuda, kambing dan domba.

Sapi perah setidaknya membutuhkan asupan pakan rerumputan Alfalfa sebanyak 45-50 kilogram per ekor per hari agar produksi ASPI (Air Susu Sapi) terjaga kuantitasnya.

Dengan tiadanya susu yang dihasilkan sapi perah, maka produk makanan minuman berupa susu segar, susu bubuk, yogurt, keju dan mentega akan menghilang di pasaran.

Kelima, pasokan produk pangan merana.

Sebagaimana telah kami sampaikan diatas, lebah memiliki posisi sangat strategis sebagai penyerbuk handal dan utama berbagai tanaman pangan dan penghasil bahan baku produk pangan.

Saat sebagian besar spesies lebah punah maka pasokan sebagian pangan akan berkurang.

Dan jika puluhan ribu spesies lebah di dunia musnah maka pasokan pangan bagi seluruh makhluk hidup penghuni dunia akan merana, habis dan menghilang seiring punahnya populasi lebah.

Keenam, harga pangan dan sandang menjadi mahal.

Saat ini issue pangan (ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan) menjadi issue utama bagi seluruh bangsa di dunia.

Terutama bagi bangsa yang tinggal di wilayah yang tidak memiliki sumberdaya alam yang baik untuk mendukung ketersediaan pangan bagi warganya.

Barangkali saat ini ketahanan pangan bagi suatu negara masih bisa mengandalkan impor pangan dari negara lain yang surplus.

Akan tetapi jika bangsa dan negara yang surplus pangan itu lalai atau abai terhadap eksistensi kehidupan lebah, maka sangat mungkin beberapa tahun mendatang mereka sudah berada pada posisi tidak lagi surplus pangan.

Negara mereka hanya mampu menghasilkan pangan yang sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya saja.

Atau paling banter memiliki cadangan pangan untuk 1-2 tahun yang tersimpan di gudang logistik negaranya.

Ketujuh, menurunnya daya dukung lingkungan.

Kehadiran lebah merupakan salah satu indikator utama kualitas lingkungan hidup yang masih terjaga.

Jika kita mau melihat dengan ‘mata aji’ terhadap fenomena bencana alam yang terjadi di berbagai daerah, sesungguhnya memberikan ‘pesan penting’ bagi kita agar lebih bijaksana memperlakukan lingkungan alam/ekologis.

Eksploitasi dan penambangan secara serampangan terhadap berbagai sumberdaya air, mineral dan bahan galian C telah menampakkan dampak negatif yang luar biasa.

Tanah longsor, banjir dan beragam bencana alam serta punahnya beragam plasma nutfah nusantara.

Termasuk hilangnya ratusan spesies lebah, rasanya sudah cukup untuk kita berpikir ulang, instropeksi diri betapa penting daya dukung lingkungan bagi kelangsungan hidup manusia.

Lebah dan beberapa jenis serangga merupakan indikator alami terhadap kualitas udara, tanah dan lingkungan hidup dimana kita tinggal.

Jika lebah dan beberapa serangga lain berkurang dan menghilang dari sekitar tempat tinggal kita, itu menunjukkan menurunnya kualitas lingkungan hidup.

Kedelapan, kualitas kesehatan dan kebugaran menurun.

Dengan menurunnya kualitas dan kuantitas pasokan pangan sebagai akibat menurun dan punahnya populasi lebah, maka asupan pangan yang bergizi dan memenuhi nutrisi yang dibutuhkan manusia menjadi menurun pula.

Sebagaimana disampaikan oleh para ahli gizi, bahwa untuk menopang kehidupannya di dunia, setidaknya manusia membutuhkan asupan pangan (makanan dan minuman).

Yaitu yang memiliki unsur : air, vitamin, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan serat. Dan madu merupakan satu-satunya bahan pangan yang memenuhi 7 unsur tersebut.

Lebah berjasa besar bagi pemenuhan kebutuhan pangan yang berasal dari berbagai tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan.

Tanpa pola makan yang baik dengan memenuhi kebutuhan pangan yang aman, cukup, beragam, bernutrisi dan berimbang, maka beragam penyakit degeneratif akan muncul.

Kita adalah apa yang kita makan.

Kesembilan, pengangguran dan kerawanan sosial meningkat.

Seandainya lebah benar-benar punah, maka berbagai sektor kebutuhan hidup menjadi langka.

Industri makanan dan minuman akan tutup karena ketiadaan bahan baku.

Berbagai industri lain yang mengandalkan bahan baku produk dari tanaman, hewan dan sumberdaya alam akan bangkrut.

Pengangguran meningkat, angka kriminalitas menguat, kerawanan sosial ekonomi menjadi kenyataan.

Kedai kopi di seluruh dunia tutup karena tanaman kopi mengalami gagal panen merata se dunia sebagai akibat punahnya lebah.

Kesepuluh, kiamat semakin dekat.

Situasi dan kondisi terparah yang akan terjadi jika lebah punah dari muka bumi yaitu terjadinya kiamat, punahnya manusia di dunia.

Di saat bahan pangan tiada tersedia, bahan sandang tidak ada, angka kriminalitas meningkat.

Maka sangat sulit manusia untuk bertahan hidup dari hukuman (cobaan) yang menghiasi kehidupan sehari-hari.

Rasa kemanusiaan akan hilang disaat manusia mengalami kelaparan massal oleh sebab tidak adanya pangan yang cukup dan sebagai akibat punahnya lebah sebagai penyerbuk utama tanaman.

Sesama anak Adam akan saling membunuh untuk sekedar mendapatkan sesuap makanan dan seteguk minuman dalam mempertahankan hidup.

Peperangan antar bangsa dan negara bakal terjadi untuk saling memperebutkan pangan bagi pemenuhan kebutuhan rakyatnya.

Sejak dua tahun lalu, kami melalui HIBTAKI (Himpunan Budidaya Ternak Klanceng Indonesia) menginisiasi Gerakan Memelihara Lebah di Halaman Rumah.

Tema yang kami usung : “Mewujudkan Sejuta Koloni Lebah di Jawa Tengah 2023 dan Sepuluh Juta Koloni Lebah di Indonesia 2024”.

Kami sengaja memilih lebah madu jenis stingless bee, lebah tanpa sengat, Trigona sp. (Jawa : klanceng) dengan berbagai alasan.

Sebagai lebah penghasil madu, Indonesia memiliki 70-an jenis spesies/sub spesies klanceng yang tersebar merata di seluruh wilayah kepulauan nusantara.

Berdasarkan informasi yang kami miliki, selain klanceng, Indonesia juga memiliki 7 spesies lebah Apis sp.dari 9 spesies lebah berpenyengat (stingbee) yang juga menghasilkan madu.

Lebah madu yang paling banyak dibudidayakan peternak saat ini yaitu Apis mellifera (orang awam sering menyebut sebagai lebah pramuka) dan sebagian kecil Apis cerana (Jawa : tawon glodhok).

Sisanya masih belum bisa dibudidayakan dan hidup liar di hutan, kawasan perkebunan dan ladang.

Ada beberapa alasan mengapa kita perlu memelihara klanceng di teras/halaman rumah.

Di antaranya adalah aman (tidak menyengat), mudah (tidak perlu ‘angon’/mengembala, tidak membersihkan kotoran), murah (tidak membutuhkan biaya pakan, harga koloni layak budidaya relatif murah), manfaat (bagi kita dan lingkungan), menguntungkan (menghasilkan madu murni, manfaat sehat dan bugar), pro lingkungan (ikut menjaga kelangsungan hidup makhluk lainnya), sedekah (sedekah bumi, sedekah kepada sesama, hewan dan tanaman).

Memelihara koloni klanceng di teras/halaman/pekarangan rumah, tidak berorientasi utama pada keuntungan finansial (profit oriented).

Tetapi lebih kepada benefit oriented (kemanfaatan sosial, kultural dan ekologi/lingkungan).

Dengan memelihara 2-5 stup klanceng di halaman rumah, setidaknya kita sudah melakukan aksi dan peran nyata ikut menjaga kehidupan lebah, meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan “memperlambat terjadinya kiamat”.

Jika kita berkehendak untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih besar dari budidaya klanceng, maka dipersilakan mencari lahan yang luas dan didukung beragam vegetasi pakan lebah yang berlimpah.

Adapun koloni klanceng yang dipelihara sekurangnya sejumlah 100 stup (kotak budidaya) di dalam satu kawasan dengan daya dukung lingkungan yang masih baik.

Sudahkah kita minum sesendok madu hari ini.

No-Tree, No-Bee, No-Honey, No-Healthy, No-Money.

Khafid Sirotudin, Pemerhati Pangan, Founder HIBTAKI, Pembudidaya Klanceng_

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *