IMAN, IMUN, AMAN

Rabu sore menjelang petang, kami janjian dengan 2 temen dekat. Rasanya sudah cukup lama kami tidak nongkrong, ngopi dan ngobrol bareng sejak pandemi corona melanda. Awalnya kami janjian di kedai kopi lantai 2 Pasar Bulu Semarang. Ternyata masih tutup dan belum buka. Akhirnya kami bertiga ngopi di salah satu cafe pinggir kali banjir kanal barat, sambil menikmati sun set. Lokasinya persis di ujung barat Gang Lemah Gempal II, berseberangan dengan rumah temen kuliah di Undip. Tempat kami seangkatan 1987 jurusan IESP FE Undip sering kumpul waktu itu.

Setengah jam kami bertiga ngobrol aneka rupa, sambil nyeruput kopi dan _ngemil_ kudapan tahu tempe goreng. Sayup-2 suara adzan maghrib terdengar penanda waktu beranjak malam.
Karena tidak ada mushola di cafe itu, kami memutuskan untuk rehat sejenak menuju masjid. Kalo tidak salah namanya masjid Al-Falah, berada di pinggir jalan Suyudono, persis di ujung timur Gang Lemah Gempal II.

Sekilas tidak ada yang istimewa dari masjid itu. Seperti umumnya di saat pandemi, sebelum pintu masuk disediakan hand soap, hands sanitizer dan air buat cuci tangan. Tempat wudhu berada di sebelah kanan dan kiri teras masjid. Sekilas kami melihat shaft makmum rapat dan tanpa _physical distancing_. Bahkan banyak jamaah tidak pakai masker. Hanya sebagian kecil yang terlihat maskeran, termasuk kami bertiga.

Shalat maghrib berjamaah barusan usai, sesaat kami selesai berwudhu. Kami berjamaah maghrib bertiga. Bakda shalat maghrib, saya melanjutkan jama’ qashar Isya’ sendirian. Selain baru tiba dari luar kota, saya musti melanjutkan perjalanan pulang ke Weleri, 60 kilometer dari kota Semarang.

Sehabis _wiridan_ dan _doa_, kami beranjak jalan menuju pintu keluar. Balik lagi ke cafe untuk _mbaleni ngopi robusta_ yang belum habis.

Di pintu keluar masjid, alhamdulillah kami dipertemukan dengan imam masjid, ustadz Abu Bakar. Ternyata Beliau temen baik SMP sahabat saya. Sudah 30-an tahun ustadz pindah dari Semarang Utara dan menetap di sini. Rumahnya di seberang jalan, berhadapan dengan masjid al-Falah.

Kamipun sempat ngobrol 15-an menit di teras masjid. Beliau bercerita bahwa _*masjid ini tidak pernah libur*_ menjalankan jamaah shalat fardhu 5 waktu dan Jumatan sejak wabah Covid-19 hingga sekarang. Dan hebatnya, tidak ada seorangpun jamaah yang terpapar virus corona.

Apa resepnya tanya saya keheranan. Lalu beliau menjelaskan segala sesuatu yang menurut kami _’tinemu nalar’._

_Pertama_, virus penyebab penyakit itu ada dimana-mana dan bisa masuk ke tubuh kita kapan saja. Namun kalo kita memiliki _*imunitas yang baik*_, maka virus itu akan kalah dan mati dengan sendirinya. Jadi masalah utamanya terletak pada imunitas seseorang, bukan pada virusnya. Masuk akal juga batin saya sambil mengangguk.

_Kedua,_ kalo kita _*’betul-betul beriman kepada Allah’*_ serta yakin bahwa badan kita sehat, maka tidak ada yang perlu ditakutkan dengan virus makhluknya Allah Swt.
Bukankah kita datang ke masjid untuk beribadah kepada Allah Sang Pencipta semua makhluk? Bukankah sebelum shalat kita wajib membersihkan diri (wudhu)? Bukankah dalam beribadah kita dianjurkan berpakaian yg bersih dari najis dan hadas? Tuturnya setengah bertanya.

_Ketiga_, jamaah dari warga sekitar masjid (mukimin) diminta dengan *sungguh-2 berbuat jujur*. Bagi yang merasa kena flu, sedang sakit atau meriang, maka _*dilarang ikut shalat berjamaah.*_. “Fatwa lisan” dari takmir/imam masjid ditaati secara disiplin oleh segenap jamaah dari warga sekitarnya.

_Keempat,_ bagi _*jamaah dari luar kampung*_, diatur untuk _*menempati shaft bagian belakang*_.

Kelima, takmir _*selalu menyediakan perlengkapan dan peralatan*_ untuk cuci tangan di depan masjid.

Mungkin ‘tausiyah’ singkat dan fakta lapangan itu tidak akan kami dapatkan apabila cafe yang kami datangi terdapat mushola. Ada pengalaman unik, cerita hikmah serta keajaiban2 yang terselip di setiap langkah kita untuk menjalankan shalat berjamaah yang dilandasi _’imanan wahtisaban’_. Yakni beribadah dengan penuh _keimanan, perhitungan dan bertanggungjawab_.

Masjid al-Falah ini barangkali satu- satunya atau satu dari sedikit masjid di kota Semarang yang tidak pernah _’meliburkan diri’_ dalam melaksanakan jamaah shalat fardhu dan jamaah Jumat.
.
Dalam perjalanan pulang dari masjid, kami berdoa dalam hati: _”ya Allah sampai pandemi berakhir, semoga Engkau berkenan memberi rahmat serta ridha-Mu kepada seluruh takmir dan jamaah masjid al-Falah, agar tidak ada seorangpun jamaah terpapar virus corona. Amien..”_

Wallahua’lam

*Hafidh Syirojudin*
_Smg, Rabu 8/7/2020_.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *