IDEOPOLITOR MUHAMMADIYAH

Ideopolitor akronim dari Ideologi Politik Organisasi. Sebuah kegiatan yang lazim dilaksanakan untuk membekali Pimpinan Baru Muhammadiyah hasil Muktamar, Muswil, Musda dan Muscab. Sebagai bagian dari UPP (Unsur Pembantu Pimpinan) Pimpinan Pusat dan PW Muhammadiyah Jawa Tengah, kami mengikuti kegiatan Ideopolitor di Yogyakarta dan Purwokerto. Pada waktu mengikuti kegiatan Ideopolitor di Purwokerto, seorang PDM yang juga Wakil Rektor salah satu PTM di Jateng, sempat berbincang dengan gurauan : “mas nang ormas Islam liyane MU, ono pora kegiatan koyo ngene? (mas ada tidak di Ormas Islam selain Muhammadiyah, kegiatan pembekalan seperti ini)”. Sayapun menjawab dengan kalimat guyonan : “yen ono berarti mukamandiyah (kalo ada berarti Muhammadiyah)”.

Saya berkesempatan diundang untuk memberi materi pada kegiatan Ideopolitor di beberapa Daerah (PDM Kabupaten/Kota) dan Cabang (PCM/Kecamatan) di Jawa Tengah. Materi yang diminta oleh PDM/PCM biasanya tentang Ideologi Muhammadiyah, RIB (Risalah Islam Berkemajuan) hasil Muktamar ke-48, atau Politik Kebangsaan “Darul Ahdi wa Syahadah”. Saya menduga PDM/PCM yang mengundang karena pernah “beririsan” dengan aktivitas saya ketika menjadi Ketua LHKP PWM Jateng (2015-2022), sebagai anggota DPRD Jateng (2004-2014), atau pernah aktif bersama sebagai PP-IPM, PW-IPM/PW-PM Jateng dan Ketua PD-PM Kendal pada era Orde Baru dan Orde Reformasi.

Sependek ingatan saya, kegiatan dialog Ideopolitor awal dilaksanakan oleh PP Muhammadiyah pada saat Muktamar 1990 di Yogyakarta. Kemudian lebih massif dilakukan di berbagai PWM dan PDM tatkala MPK (Majelis Pembinaan Kader) PP Muhammadiyah diketuai Dr. Ari Ansori, yang juga salah satu Wakil Ketua PWM Jateng (2015-2022) yang membidangi Perkaderan dan Pembinaan AMM (Angkatan Muda Muhammadiyah). Melengkapi pengkaderan formal DA (Darul Arqam) dan BA (Baitul Arqam) di lingkungan persyarikatan.

Meskipun DA dan BA tertuang secara jelas dalam revisi Sistem Pengkaderan Muhammadiyah (SPM) tahun 2010, namun belum semua PDM/PCM/AUM di Jawa Tengah melaksanakannya. Maka tidaklah mengherankan manakala ada sebagian pimpinan Muhammadiyah dan pengelola AUM yang berbeda hari raya Iedul Fitri/Iedul Adha, lebih senang mengundang ustadz dari luar ketimbang menghadirkan mubaligh dari dalam Muhammadiyah untuk mengisi pengajian, atau lebih suka posting ‘meme’ fatwa seorang ustadz ‘sosmed’ daripada share mubaligh ‘solmed’ dari lingkungan ulama Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

Mengapa kegiatan Ideopolitor, DA dan BA penting dilaksanakan untuk para Pimpinan dan Pengelola AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) di level PP/PW/PD/PC Muhammadiyah?. Apakah ketentuan dan persyaratan (selama ini) untuk menjadi “pengurus” dan pengelola AUM terlalu simpel dan mudah. Asalkan beragama Islam, rajin mengikuti rapat, hadir di pengajian rutin, sholat tarawihnya 11 rakaat, sholat Ied-nya di lapangan, shalawatnya tidak pakai “sayyidina” dianggap sudah cukup.

Tidak perlukah memperhatikan : “anecdotal record” seseorang di berbagai proses perkaderan Ortom/Muhammadiyah; jangka waktu minimal seseorang menjadi anggota Muhammadiyah (KTAM : Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah); keilmuan, keahlian dan ketrampilan (profesionalitas) yang dibutuhkan persyarikatan; aktivitas di tingkat ranting, masjid dan mushola Muhammadiyah; menunaikan ZIS melalui LAZISMu; serta “track record” seseorang dalam menjalani profesi, laku sosial budaya dan ekonomi dijadikan persyaratan formal untuk menduduki jabatan di berbagai AUM dan BUMM : Rektor, Komisaris, BPH, Direktur, Manager, Kepala, Mursyid, dan berbagai jabatan lain.

Menarik apa yang pernah disampaikan pak Busyro Muqodas, Ketua PP Muhammadiyah, saat memberikan tausiyah kebangsaan pada Rakerwil LHKP PWM Jateng di Semarang tahun 2016 silam. Yaitu perlunya pejabat AUM/BUMM menyerahkan LHKP (Laporan Harta Kekayaan Pengelola) AUM-BUMM kepada Pimpinan Muhammadiyah penyelenggara AUM dan pemilik BUMM di setiap level. Bukan sebagai bentuk “su’udzon” (berprasangka buruk) kepada pengelola, namun demi menciptakan tata kelola AUM/BUMM yang jujur, bersih, peduli dan berkeadaban unggul sebagaimana telah diatur dalam Kaidah AUM/BUMM.

Cukup banyak pengelola AUM yang rela “tombok” (berbagi) menjadikan asetnya sebagai jaminan bank untuk pembangunan sarana prasarana AUM yang dikelolanya. Namun kita juga tidak boleh menutup mata ketika ada sebagian kecil pengelola melakukan KNN (Kolusi, Nepotisme dan ‘Ngutil’/Mencuri) di AUM/BUMM yang dipimpinnya. Setidaknya bisa kita telusuri dari jejak kasus rebutan jabatan Kepala Sekolah di salah satu AUM Pendidikan yang laporannya masuk ke Ombudsman RI Jateng, ataupun kasus salah satu RSMA di Jateng yang diambil alih tata kelolanya oleh PP Muhammadiyah. Kami pernah mengusulkan pentingnya dibuat pedoman teknis rekruitmen pengelola AUM/BUMM melalui seleksi yang fairness, terbuka dan terbatas (kebutuhan internal) melalui fit and proper test oleh tim seleksi khusus, serta kewajiban calon pengelola AUM/BUMM untuk menandatangani Pakta Integritas sebelum ditetapkan menjadi pejabat AUM/BUMM.

Ideologi menjadi sesuatu yang penting, meski barangkali bukan yang paling penting, bagi dan untuk keberlangsungan sebuah organisasi dan gerakan. Apalagi bagi Muhammadiyah yang memiliki puluhan ribu AUM yang tersebar di seluruh negeri dan luar negeri. Belakangan semakin banyak muncul unit-unit baru BUMM (Badan Usaha Milik Muhammadiyah) di lingkungan persyarikatan sebagai pilar ke-empat “gerakan/jihad ekonomi” yang mulai dicanangkan sebagai hasil Muktamar ke-47. Jika selama ini AUM lebih bersifat sebagai “gerakan sosial-budaya” di bidang kesehatan, pendidikan dan kemanusiaan yang “benefit oriented” (berorientasi kemanfaatan/kemaslahatan), maka BUMM sebagai “gerakan ekonomi/bisnis” lebih bersifat “profit oriented” (berorientasi keuntungan).

Saya melihat semakin banyak Majelis, Organisasi Otonom (Ortom) dan AUM yang membuat Unit Bisnis Khusus dan Investasi. Terutama di lingkungan AUM Pendidikan (PTM, SMKM) dan Kesehatan (RSMA). Pimpinan Pusat Muhammadiyah merespon positif dengan mengeluarkan Kaidah atau Pedoman BUMM. Menurut pendapat kami sudah cukup baik dan antisipatif, meski masih dirasa perlu ada sedikit penyempurnaan terkait Badan Hukum Usaha yang harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Masih ada bentuk Badan Usaha lain, seperti CV, Firma, NV maupun Koperasi sebagaimana termaktub dalam konstitusi UUD 1945. Dan secara de-facto dan de-yure telah banyak berdiri dan tumbuh beragam Koperasi di lingkungan persyarikatan. Antara lain : Koperasi Guru dan Karyawan Perguruan Muhammadiyah, Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM), Koperasi Siswa/Pelajar/Santri, Koperasi Wanita Aisyiyah.

Pendirian berbagai BUMM, sebagaimana AUM, tidak boleh melepaskan diri dari “tiga ciri” Ideologi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah dan gerakan tajdid. Maknanya berdiri dan hadirnya berbagai BUMM itu harus mampu mencerminkan karakter nilai-nilai Al-Islam yang rahmatal lil alamin dan kemuhammadiyahan yang wasathiyah, mengemban amanah dakwah amar makruf nahi munkar yang selalu menggembirakan, mencerahkan dan mengembangkan ekonomi warga, umat dan masyarakat. Jangan sampai kehadiran BUMM justru menjadi kompetitor –apalagi predator– ekonomi yang akan mematikan BUMWM (Badan Usaha Milik Warga Muhammadiyah) dan beragam bisnis umat dan ekonomi masyarakat yang selama ini telah berdiri dan menyokong berbagai pendirian AUM Pendidikan, Kesehatan dan Sosial di berbagai level, khususnya tingkat daerah, cabang dan ranting (PDM/PCM/PRM).

Tantangan dan Issu

Berbagai tantangan, hambatan dan beragam issu di tingkat lokal, regional, nasional dan global sudah mulai kita rasakan. Di tingkat regional dan nasional, kita menghadapi beragam tantangan dan hambatan antara lain : ancaman persatuan dan disintegrasi bangsa (ketahanan nasional, politik kebangsaan, keamanan, terorisme dan radikalisme); pangan (ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan); tata ruang dan lingkungan (deforestasi, kerusakan habitat, perubahan iklim, konversi lahan pertanian ke non pertanian, kebakaran hutan dan lahan, daya dukung lingkungan yang menurun, bencana alam, pencemaran sungai dan pantai, dll), ekonomi (pertumbuhan, pemerataan dan kesenjangan ekonomi antar wilayah, oligarkhi ekonomi, tingkat pengangguran dan kemiskinan, rasio indeks gini, pemberdayaan UMKM, hutang negara yang meningkat, infrastruktur ekonomi, dll); kesehatan (tengkes/stunting, fasilitas dan jaminan kesehatan rakyat, gizi buruk, dll); demografi (bonus demografi, tingkat pertumbuhan penduduk, fertilitas dan mortalitas, dll).

Berbagai issu global yang mengemuka, diantaranya : lingkungan (global warming/pemanasan global, penipisan lapisan ozon, mencairnya lapisan es kutub selatan dan utara, efek rumah kaca, hujan asam dan bencana alam); pangan (supply and chain bahan pangan, cadangan pangan dunia, GMO, pangan sintetis, budaya pangan global, dll); keamanan, konflik kawasan dan peperangan (Rusia-Ukraina, Palestina-Israel, konflik laut China Selatan, terorisme global, perang ideologi dan perang asimetris); kesehatan (pandemi dan pasca pandemi, peredaran narkotika); ekonomi (pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, kesenjangan ekonomi negara maju dengan negara berkembang, dll), kemanusiaan universal (anak-anak, wanita dan masyarakat sipil korban peperangan, perdagangan orang/perbudakan, HAM, migrasi penduduk antar negara, Artificial Inteligence, teknologi kloning dan robotic, dll).

Muhammadiyah sebagai bagian dari komunitas lokal, regional, nasional dan global dituntut mampu berperan serta dalam menciptakan ketertiban umum, perdamaian dunia dan peradaban global. Apalagi saat ini telah berdiri 28 PCIM di berbagai negara dan di berbagai benua, atau 15 persen dari jumlah negara se dunia. Artinya kehadiran Muhammadiyah bisa diterima dan mampu “ajar, ajur, ajer” sebagai bagian dari masyarakat dunia. Kehadiran PCIM dan berdirinya AUM di beberapa negara, dengan latar belakang sistem sosial-budaya multi ras, etnik, suku bangsa dan bahasa, serta sistem politik dan ekonomi yang jelas berbeda dengan Indonesia, membuktikan bahwa Muhammadiyah mampu menjadi duta bangsa Indonesia yang menghadirkan Islam wasathiyah (unggul/berkemajuan) dan rahmatal lil alamin.

Pengembangan Ideopolitor

Melihat tantangan ke depan, kegiatan Ideopolitor sebagai bagian dari proses kaderisasi formal bagi pimpinan, pengelola AUM/BUMM dan warga persyarikatan kami nilai lebih memungkinkan dilaksanakan secara rutin sampai di tingkat cabang (PCM/PCIM), daripada pengkaderan formal Baitul Arqam (BA) maupun Darul Arqam (DA) yang membutuhkan alokasi waktu dan materi lebih banyak. Bukan berarti BA dan DA tidak penting dilaksanakan, justru harus terus menerus ditingkatkembangkan di semua level pimpinan persyarikatan. Sekurang-kurangnya sekali dalam setiap periode kepemimpinan.

Ideopolitor sebagai bagian dari proses perkaderan, lebih memungkinkan dilaksanakan secara rutin secara periodik, setiap tahun dan berkesinambungan oleh semua level pimpinan dan pengelola AUM/BUMM. Selain merespon perkembangan sosial-ekonomi-politik yang dinamis, salah satu alasan yang paling mudah diterima nalar, yaitu materi yang relatif sedikit dan waktu penyelenggaraan yang relatif singkat. Cukup dilaksanakan setengah sehari, mulai pagi hingga sore/petang (half day training), dengan 4-5 jenis materi dari pimpinan, serta nara sumber dari kader dan pakar ahli di bidangnya.

Jika sebelumnya Ideopolitor diberikan 3 materi terkait ideologi, politik dan keorganisasian, maka sekarang bisa ditambah dengan materi ekonomi dan lingkungan. Baik tentang ekonomi dan lingkungan secara makro dan mikro, maupun ekonomi syariah/Islam. Sehingga IDEOPOLITOR berubah singkatannya menjadi IDeologi-EkOnomi-POLitik-ORganisasi atau IDeologi-EkOnomi- POlitik-LIngkungan-Teknologi-Organisasi. Kami menilai kegiatan perkaderan Ideopolitor dengan menambahkan materi ekonomi, lingkungan dan teknologi mutakhir sebagai salah satu ihtiar reformasi perkaderan berdasarkan kebutuhan persyarikatan sekarang dan masa mendatang. Mengingat pertumbuhan AUM/BUMM laksana deret ukur, sedangkan penyiapan kader yang memiliki “sense of entrepreneurship”, kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi dan lingkungan hidup, serta memiliki kecakapan profesional di bidang ekonomi dan bisnis laksana deret hitung.

Menurut kami, cukup sekali kegagalan dalam mengelola Bank Persyarikatan di masa lalu menjadi pelajaran berharga. Dan rasanya sudah cukup beberapa kali masalah mal-administrasi di AUM dan mal-praktek tata kelola bisnis di beberapa BUMM yang mengakibatkan kerugian material dan non material “Brand Muhammadiyah” terjadi. Kami yakin masih banyak dan lebih banyak lagi kader/warga persyarikatan yang shalih dimasa mendatang yang ikhlas merelakan diri mengabdi dan berbakti melalui AUM/BUMM. Walhasil, semoga New IDEOPOLITOR dapat menjadi “wahana perkaderan” yang menyegarkan pikiran, sikap dan tingkah laku, serta mampu menggembirakan pengelola dan semua karyawan AUM/BUMM yang terlibat. Dilandasi niat suci sepenuh hati, dialasi sifat : sidiq-amanah-tabligh-fathonah, bertanggung jawab, “sat set-was wes-thas thes” sebagai kader/warga Muhammadiyah yang berintegritas unggul.
Wallahu’alam

Pagersari, 5 November 2023
*) Ketua Bidang Diaspora Kader MPKSDI PPM dan Ketua LP-UMKM PWM Jawa Tengah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *