Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata: Keunikan Pesta Pernikahan dengan Prosesi Beragam

Sabtu Kliwon, 14 Januari 2023, jam 08.00 pagi, kami berkesempatan mengantar keponakan untuk menikah di Purworejo. Tepatnya di Desa Jenar Lor, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo. Fahrudin Dwi Cahyo, anak “ontang-anting” (semata wayang) adik sepupu kami Musyayaroh asal Weleri yang telah menetap lama di Donorejo Kaligesing Purworejo. Udin –nama panggilan– sebenarnya putra kedua. Namun kakaknya telah meninggal dunia ketika usia TK.

Udin akan melaksanakan akad nikah dengan Astrid. Sarjana Ekonomi lulusan Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMPurejo). Mereka berdua dipertemukan ketika menjadi mahasiswa mahasiswi FEB UMPorejo.

Sudah 5 kali kami memiliki pengalaman menikahkan 1 anak dan 4 adik-adik kami. Dan ternyata setiap kali menikahkan selalu saja ada keunikan budaya lokal yang menyertai. Mengingat keluarga besan berasal dari daerah yang berbeda. Sebagaimana saya orang pantura mendapat istri orang Yogyakarta.

Pun ketika kami menghadiri ratusan perhelatan pernikahan saudara, kerabat, handai taulan dan teman. Beda daerah, beda tata cara meski kedua mempelai sama-sama beragama Islam. Apalagi jika beda agama, maka upacara/ritual pernikahan yang dijalani juga sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut.

Pepatah Jawa menyatakan “Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata” (Desa memiliki adat kebiasaan sendiri, Negara memiliki hukum sendiri). Desa sebagai kelompok masyarakat terkecil dalam sebuah negara memiliki keunikan budaya dan adat istiadat tersendiri dalam melaksanakan upacara pernikahan bagi warganya. Tidak saja antar desa yang berbeda, namun juga antar kecamatan dan kabupaten masih dalam satu provinsi.

Syariat atau norma agama Islam juga memiliki ketentuan rukun dan syarat (kaidah fiqyah) tersendiri bagi pemeluknya dalam menikah. Saya pernah menghadiri beberapa resepsi perkawinan teman Katolik yang menikah dengan pakaian adat Jawa, namun tetap mengikuti ketentuan norma gereja (kanonik). Sebuah pengalaman menyaksikan akulturasi budaya dalam sebuah pernikahan.

Masyarakat Jawa dikenal luwes dalam “mensikretiskan” ajaran agama, kearifan budaya lokal dengan hukum negara. Bukan untuk mencampuradukkan ajaran dengan norma yang berlaku. Tetapi mencari solusi tengahan (wasathiyah) secara arif bijaksana dalam mempraktekkan ajaran agama yang diyakini tanpa harus melanggar adat istiadat yang ada, sekaligus tidak bertentangan dengan hukum positif negara yang berlaku.

Tata cara dan budaya lokal (local wisdom) masyarakat pantura Jateng dengan pantai selatan berbeda. Wilayah pesisir berbeda dengan daerah pegunungan. Kami pernah mengantar calon pengantin lelaki membawa seekor Kambing Pejantan “Bandot” sebagai salah satu syarat wajib menikahi pengantin putri dari sebuah desa di Kendal. Pernah juga kami mengikuti “iring-iringan” calon temanten putra saudara dengan membawa sebuah kendaraan bermotor sehingga butuh mobil pick-up untuk mengangkutnya ke Pekalongan.

Keunikan Pernikahan Hari Ini

Ada beberapa keunikan yang sempat kami rekam selama mengantarkan Udin melakukan akad nikah hari ini.

Pertama, mobil pick-up dijadikan mobil pengantin. Pada umumnya mobil pengantin berjenis MPV atau Sedan. Tetapi Udin kreatif menyulap mobil Daihatsu Granmax pick-up menjadi mobil temantin. Sejak lulus SMK, ponakan saya sudah merintis dan memiliki usaha mandiri Bengkel Pengelasan. Mobil pengantin itu sesungguhnya sarana tranportasi yang setiap hari dipakai mengangkut material besi dan perlengkapan las.

Untuk tampil megah ternyata tidak harus berharga mahal. Kreatifitas-lah yang membuat sesuatu terlihat mewah dan megah. Sebab sejatinya kreatifitas seseorang yang berharga mewah dan mahal. Bisa saja barang murah berubah menjadi mahal karena sentuhan ketrampilan seorang yang kreatif. Apa yang di jaman now sering disebut dengan ekonomi kreatif.

Kedua, pranoto coro (pembawa acara) seorang polisi. Nama lengkapnya AIPDA Waryanto, anggota Babinkamtibmas (Bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) Polres Purworejo yang sangat fasih berbahasa Jawa Kromo Inggil.

Kami berdua sempat duet “nyekar” (menyanyikan) Caping Gunung, lagu gubahan Gesang tahun 1973. Sekedar untuk menghibur keluarga besar dan masyarakat yang turut hadir. Jika saja setiap Babinkamtibmas bisa “ajar, ajur, ajer”, belajar meleburkan diri secara utuh, optimal dan total, maka kami yakin keamanan dan ketertiban umum di masyarakat akan terwujud lebih baik. Sebuah ketertiban yang dibangun berdasarkan kesadaran kolektif masyarakat. Bukan dibangun karena paksaan, ancaman dan tindakan oknum aparat yang acapkali kebablasan. Disaat institusi kepolisian berada pada titik nadzir tingkat kepercayaan publik yang sangat rendah pasca kasus Sambo mencuat.

Ketiga, mahar berupa uang Rp 541.400. Kami tidak sempat menanyakan ke Udin makna tersirat dari mahar yang diberikan. Apakah nominal angka itu menunjukkan sebuah peristiwa tertentu. Uang mahar biasanya terkait dengan kesepakatan 2 keluarga yang akan besanan. Atau menyiratkan tanggal lahir dan tanggal pernikahan. Ketika kami tanyakan ke ortunya mengenai angka itu, dijawab pendek : “mboten ngertos pakdhe” (tidak tahu).

Di kalangan muslim Jawa, mahar biasanya berupa sebuah mushaf Al-Quran dan seperangkat alat sholat. Lalu disertakan beragam “punjungan/sesasrahan” berupa uang/dana “tukon uyah” (uang beli garam : urunan buat bumbu dan jamuan), perhiasan emas, pakaian lengkap, aneka “jajan pasar” (kudapan) terutama berbahan baku beras ketan, hasil bumi (bahan pokok, buah-buahan dan sayuran) serta hewan piaraan. Berupa hewan rojokoyo/ruminansia : sapi, kerbau, kambing, domba ataupun unggas piaraan : ayam, itik, mentok, angsa.

Selamat menempuh hidup baru Udin dan Astrid. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Segera diberi keturunan anak-anak yang shalih-shalihah, sebagai penerus Trah Bani Abdul Rosyid Kadirejo Karanganom Klaten yang sudah lama hijrah dan menjadi penduduk Weleri. Wallahua’lam. (Citizen Journalism/Khafid Sirotudin)

-https://muria.tribunnews.com/2023/01/16/desa-mawa-cara-negara-mawa-tata-keunikan-pesta-pernikahan-dengan-prosesi-beragam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *