MELAWAT KE MAKASSAR (Bagian Ketiga/Penutup)

#30-BelajarBudidayaKlanceng

Khafid Sirotudin

Di pertengahan jalan kabupaten memasuki Moncongloe, ada pertigaan jalan di samping pagar bangunan peternakan ayam. Mobil kami belok kanan memasuki jalan desa ‘makadam’ (belum beraspal, beralaskan pasir dan batu). Kurang lebih 700-an meter kami melewati jalan desa, berbatu dan cukup becek. Ito yang pegang kemudi berusaha berjalan pelan dan menghindari lubang jalan atau batu besar, agar bagian bawah mobil tidak membenturnya.

Sepasang sepatu boot warna kuning dikeluarkan Ito dari dalam mobil yang telah diparkir sempurna di pinggir ladang singkong. Sepatu boot adalah perlengkapan standar pembudidaya dan pembolang lebah klanceng yang biasa terjun ke lapangan. Kami bertujuh melewati jalan tanah lumayan licin yang telah diguyur hujan sejak pagi. Dari lokasi mobil diparkir, kurang lebih berjarak 100-an meter untuk mencapai penempatan koloni klanceng milik salah satu anggota ILMI Makassar.

Setelah melompati saluran air selebar 1 meter diantara rerimbunan tanaman bambu dan rerumputan semacam ilalang, terlihat gubuk dari bambu beratapkan plastik. Ada 42 stup (log dan kotak kayu) Tetragonula biroi dan 3 stup/kotak budidaya Apis cerana. Ukuran dan warna tubuh Lebah Apis cerana di sini berbeda dengan yang biasa kami pelihara di Jawa. Lebih kecil tubuhnya dan lebih gelap warnanya.

Mencicipi madu murni dari alam

Dua topping box stup log klanceng T. biroi dibuka Kaimudin dan Zulkarnain. Koloni berhamburan keluar menyambut kedatangan kami dengan cara ‘menyerang’ kepala. ‘Gigitan’ sekawanan biroi di kulit kepala terasa laksana pijatan yang menyenangkan. Kamipun menjauh 10 meter dari stup, meski “pheromone/feromon” dari sebagian koloni telah membuat sekawanan lain mengejar dan menyerang. Beruntung kami pakai sweater lengan panjang, masker dan kacamata. Meski kami lupa membawa sisir besar yang biasa dipakai untuk menyingkirkan klanceng yang merajuk di kepala.

 

Dari kejadian ini kami bisa membuat hipotesa bahwa koloni yang ditempatkan disini belum atau setidaknya jarang ditengok pemilik untuk jangka waktu 5-7 hari sekali. Berdasarkan pengalaman empiris, apabila koloni klanceng yang kita pelihara dilakukan kontrol, check dan disambangi setiap 5-7 hari sekali, maka koloni klanceng tidak akan merespon negatif kedatangan seseorang. Setidaknya koloni klanceng sudah terbiasa mengenal ‘bau badan’ orang yang memelihara.

 

Semua hewan diberi hidayah Tuhan berupa hidayah ilhami (instingtif) dan hawasi (inderawi/panca indera). Tidak hanya lebah. Hal itu sebuah jawaban, mengapa anjing, ular, kucing, macan, kera, burung, ayam, angsa dan hewan piaraan lain menjadi ‘lulut’ (Jawa : jinak) dengan orang yang memeliharanya.

 

Setelah 10-15 menit sebagian besar koloni biroi kembali ke stup dan sibuk beraktivitas kembali di dalam log, kami mendekat kembali. Dari 2 toping box yang dibuka, kami melihat struktur dan ukuran jaringan pot madu dan pot pollen yang berbeda. Jaringan pot madu yang satu berwarna coklat muda, satunya berwarna coklat tua kehitaman. Rasa madunya juga sedikit berbeda meski memiliki kemiripan rasa. Perpaduan manis, pahit dan sedikit asam.

 

Kami menduga, rasa manis kemungkinan besar berasal dari nektar beberapa pohon kelapa dan pisang yang berada dalam radius terbang koloni. Rasa pahit berasal dari tanaman singkong/ketela pohon dan rerumputan. Adapun rasa asam berasal dari aneka tanaman lain serta lamanya fermentasi madu di dalam jaringan pot madu.

 

Menurut penuturan Kaimudin, koloni T. Biroi yang dipelihara di sini biasa dipanen 1-2 bulan sekali, dengan hasil rata-rata 200-250 ml madu. Tergantung iklim dan musim (penghujan dan kemarau). Menurut kami masuk akal, mengingat produktivitas madu klanceng sangat ditentukan oleh ketersediaan tanaman pakan lebah. Sediaan Neporea (Nektar, Pollen, Resin dan Air) di sekitar lokasi budidaya. Semakin berlimpah, beragam dan seimbang sumber pakan, maka produktivitas madu semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya.

 

Dari ‘tenger’ (penanda) di beberapa kotak budidaya yang terlihat, 42 koloni klanceng dan 3 koloni Apis cerana, budidaya setidaknya telah berlangsung setahun. Ada tulisan di beberapa kotak tertanggal bulan Agustus dan September 2021. Maknanya pula pembudidaya telah melakukan pemanenan beberapa kali dan menikmati manis-asam-pahit madu klanceng yang dipeliharanya.

 

 

Rasa madu yang berbeda

Selain memiliki ciri khusus yang lebih encer dengan kandungan air yang lebih tinggi (24-30 persen), madu murni klanceng yang baru dipanen juga memiliki ‘taste’ berbeda. Meski berasal dari lokasi budidaya yang sama, jenis/spesies sama dan keragaman tanaman sumber pakan yang sama. Faktanya memang demikian adanya. Buktinya ketika kami mencoba menikmati raw honey dari 2 stup T. biroi hari ini di Moncongloe. Kami jadi teringat sesanti para sesepuh Jawa: ‘Ojo gumunan, ojo kagetan, ojo bingungan lan ojo dumeh (Jangan mudah kagum, jangan mudah terkejut, jangan mudah bingung dan jangan sombong). Nilai hidup ini yang kami pegang dan yakini untuk terus menerus belajar dan meneliti lebih detail perklancengan di Indonesia.

 

Pernah suatu ketika, pelanggan madu klanceng produksi kami bertanya: ‘Kenapa rasa madu klanceng yang saya beli sebulan lalu berbeda dengan yang dibeli kemarin?’.

Kami tidak langsung menjawab pertanyaan salah satu pelanggan kami itu. Tetapi beliau kami persilahkan menyedot 3 pot madu klanceng yang berada dalam 1 toping box H. itama salah satu stup yang dipelihara di halaman rumah kami.

“Bagaimana rasa madu dari ke-3 pot madu klanceng?” tanya kami setelah beliau menikmati madu klanceng fresh from the topping box.

“Yang pertama dominan manis. Kedua cenderung asam dan ketiga dominan asam,” jawabnya penuh keheranan.

“Salah satu ciri khas madu klanceng murni seperti itu. Jika madu berasal dalam 1 box, dari 1 koloni yang sama, tapi berasal dari pot madu yang berbeda, tastenya beda. Apalagi jika berasal dari koloni yang berbeda, jenis/spesies berbeda serta waktu panen berlainan waktu, sumber nektar tanaman yang beragam” jawab kami sedikit menerangkan.

 

Adzan maghrib terdengar dari lokasi budidaya yang kami kunjungi. Suasana sudah cukup gelap. Di tengah perjalanan pulang, Ito membuat kejutan dengan sembunyi di balik tanaman bambu sambil menutupi kepalanya dengan kain putih dan sedikit ringikan menirukan suara makhluk halus. Untungnya hal-hal terkait suara ghaib dan semacamnya sudah terbiasa menjadi sajian pelengkap cerita dari para pembolang koloni klanceng di Jawa. Sehingga kamipun tidak terlalu terkejut menemui hal semacam itu.

 

Setelah singgah di salah satu masjid jami’ dekat kompleks pon-pes di ibukota kecamatan Moncongloe untuk menunaikan shalat jamak qashar qabliyah maghrib dan isya’, kami bertujuh melanjutkan perjalanan pulang. Bakso dan lontong menjadi menu makan malam kami pada salah satu warung di tengah perjalanan pulang.

 

Dari ngobrol di dalam mobil selama perjalanan, kami mendapat informasi cukup banyak tentang potensi madu klanceng di Sulawesi Selatan. Jam setengah sembilan WITA kami sampai di kedai kopi Toddopuli milik Kaimudin, Ketua ILMI Makasar. Telah menunggu disana dua orang anggota ILMI yang juga membawa sampel madu klanceng dan Apis dorsata untuk dinikmati. Kami ngobrol santai, tukar pengalaman dan saling belajar, asah asih asuh. Kopi hitam tanpa gula dan air putih hangat menjadi sumber energi tersendiri.

 

Tak terasa waktu sudah larut malam hampir dini hari, 23.57 WITA. Kami pamit meski dengan berat hati karena besok pagi harus kembali Semarang. Meski baru ketemu 2 hari dengan teman-teman ILMI Makasar, rasa persaudaraan kami terasa dalam. Frekuensi batiniyah kami nyambung untuk bersama, bersinergi, berjamaaah, gotong royong, berjuang mewujudkan kedaulatan madu Indonesia.

 

Semoga dengan rahmat Allah Swt, suatu ketika kami bisa kembali silaturahmi dengan pegiat klanceng di Sulawesi Selatan. Kami masih bermimpi ingin menikmati madu klanceng fresh from the nature yang berasal dari nektar aren, sebagaimana diceritakan saudaraku Kaimudin. Maturnuwun Sudahkah kita minum sesendok madu murni hari ini.

_No-Tree, No-Bee, No-Honey, No-Healthy, No-Money_.

Wallahu ‘alam.

 

 

Weleri, 19 Juni 2022.

*) Pemerhati Pangan, Founder HIBTAKI, Pembudidaya Klanceng‌

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *