#21-BelajarBudidayaKlanceng
Khafid Sirotudin
Apa kabar bapak ibu saudaraku pembudidaya klanceng. Semoga tetap semangat memelihara klanceng, serta sehat dan bugar meski menjalani puasa ramadhan tahun ini. Amin.
Salah satu tahapan awal yang sering ditanyakan oleh para peserta pelatihan dasar budidaya klanceng yakni terkait apa dan bagaimana menyiapkan stup maupun topping box, khususnya bagi peternak yang ingin mempertahankan sarang koloni dari log kayu yang berasal dari alam.
Pada tulisan sebelumnya, Belajar-Budidaya- Klanceng#20, kami sudah sampaikan sekilas tentang bahan, model, bentuk dan ukuran stup (kotak budidaya) maupun topping box yang ideal. Pada kesempatan kali ini kami akan menyampaikan sedikit pengalaman pribadi dan ilmu praktis dari mas Widodo Klaten, praktisi klanceng yang sudah berkhidmat 10 tahun lebih sebagai pembolang maupun pembudidaya klanceng. Semoga ilmu dan teknologi budidaya klanceng ini bermanfaat dan bisa menjadi sedekah jariyah ramadhan.
Menempati rumah baru
Ketika kita menempati sebuah tempat tinggal baru, tentu kita bersama anggota keluarga membutuhkan penyesuaian. Kita butuh penyesuaian terkait perlengkapan, peralatan dan fasilitas pendukung lainnya. Misalnya soal penataan ruangan (ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, dapur, KM/WC, dll), sumber energi (listrik, gas), air (sumur, PDAM, tandon air, spam, dsb), perabotan serta peralatan lain.
Jika kita menempati rumah baru yang lebih kecil ukurannya, maka dituntut untuk lebih efisien dalam menata perabot yang sudah kita miliki sebelumnya. Bahkan terkadang kita harus ‘membuang’ beberapa perabot yang memang tidak memungkinkan untuk ditempatkan dan tidak dibutihkan di rumah yang baru. Sebaliknya pula kita dituntut untuk menata secara baik dan perlu menambah perabotan, jika rumah sebelumnya tipe 36 pindah ke rumah baru tipe 100. Kita juga perlu menyesuaikan dengan lingkungan alam (iklim, cuaca) dan sosial (tetangga, lapor Ketua RT/RW/Kelurahan), menghitung jarak rumah ke pasar, warung, stasiun, terminal, sekolah, tempat ibadah dan waktu tempuh ke tempat kerja.
Bersyukur kita sebagai manusia diberi hidayah oleh Allah Tuhan semesta Alam berupa akal, selain hidayah ilhami (naluri/insting) dan hawasi (panca indera). Dengan akal sehat kita diberi kemampuan untuk memprediksi, memperkirakan, menghitung dan menganalisa kebutuhan hidup di tempat tinggal yang baru. Sedangkan hewan, termasuk klanceng, hanya diberi hidayah ilhami dan hawasi. Tentu saja hewan hanya bisa secara maksimal menggunakan dua hidayah tersebut, sebagaimana Allah memberikan hidayah-Nya kepada semua jenis hewan di bumi ini. Baik yang hidup di alam makro kosmos ataupun mikro kosmos.
Pertama kali yang harus kita perhatikan yaitu jenis atau spesies klanceng. Setiap jenis/spesies klanceng memiliki karakteristik unik. Ada spesies yang bandel dan agresif semacam T. biroi dan T. laeviceps. Ada pula yang ‘gabesan’ (Jawa : tidak tahan banting), pemalu (anti sosial, menghindari orang), ‘ngalahan’ (tidak suka berkelahi, mengalah dan menghindari perkelahian), dan sebagainya.
Berikutnya, kita juga harus memperhatikan daerah asal koloni. Koloni klanceng yang berasal dari wilayah yang relatif sejuk dan memiliki kelembaban tinggi, tentu akan lebih baik jika dipelihara di lokasi baru yang memiliki kondisi cuaca, iklim yang relatif sejuk pula. Jangan ada perbedaan suhu luar yang terlalu jauh. Bayangkan jika kita terbiasa hidup di alam pegunungan dataran tinggi yang sejuk lantas pindah ke rumah di daerah pesisir pantai dataran rendah yang panas.
Kami sempat kehilangan hampir seratusan koloni klanceng dengan berbagai kasus yang mengiringinya. Kami mengamati koloni yang bertahan dan tidak bertahan di lokasi budidaya yang berasal dari berbagai daerah. Akhirnya kami berkesimpulan bahwa salah satu problem utama yang menjadi penyebab kaburnya koloni klanceng yaitu adanya ketidakyamanan klanceng yang disebabkan perbedaan suhu rata-rata ruang yang terlalu jauh antara daerah asal dengan daerah baru koloni klanceng ditempatkan (perbedaan 5 derajat Celcius atau lebih).
Situasi dan kondisi berbeda manakala kita mengembangkan klanceng hasil splitting koloni. Secara otomatis koloni sudah terbiasa dengan situasi dan kondisi udara, iklim dan cuaca sehari-hari. Sangat mudah melakukan adaptasi lingkungan. Kebanyakan koloni klanceng hasil splitting lebih bisa berkembang dan bertahan ketimbang koloni yang berasal dari alam. Dengan catatan ‘syarat dan ketentuan’ standar budidaya klanceng terpenuhi.
Selanjutnya kita perlu memperhatikan rumah (sarang) koloni yang akan dipindahkan. Apakah berasal dari sarang di sela-sela bebatuan/bukit/tanah, kusen-kusen kayu/bambu, ‘bumbung’ (ruas tanaman bambu) ataukah dari log kayu. Berbeda asal sarang berbeda pula teknik pemindahan koloni yang akan dipelihara. Jika koloni berasal dari sela-sela tanah/bebatuan dan kusen-kusen rumah, sebaiknya dilakukan pencangkokan koloni klanceng. Jika kita menemukan koloni pada batang pohon, musti dilihat dan diamati lebih dahulu, apakah lebih menguntungkan jika pohonnya ditebang atau cukup dilakukan pencangkokan koloni apabila pohon tersebut masih produktif dan kuat batangnya. Jika kita menemukan koloni di bumbung (bambu), haruskah kita tebang sekarang ataukah menunggu jika tanaman bambu sudah tidak ‘ngebung’ (Jawa : tunas/anakan, rebung/bung). Sebab bambu yang ditebang disaat musim rebung, kualitas bambunya rendah dan mudah dimakan ‘bubuk’ (Jawa : ngenget, mudah lapuk).
Kami memiliki beragam pengalaman terkait koloni klanceng yang berasal dari bumbung. Ada yang berasal dari ruas bambu yang masih muda dan berwarna hijau segar dengan kualitas koloni yang besar dan kuat. Tetapi tidak jarang kami menjumpai koloni yang kecil dan lemah. Begitu pula dengan kuantitas dan kualitas koloni yang pernah kami jumpai pada bumbung/ ruas bambu yang sudah tua. Semua tergantung situasi, kondisi, toleransi, pantauan dan jangkauan (sikontol panjang) di lapangan.
Wallahu’alam
Sudahkah kita minum madu klanceng hari ini?
Kampung Ramadhan, 07 April 2022
*) Founder HIBTAKI, Pembudidaya Klanceng, Pemerhati Pangan.